Segalanya merupakan debaran tiada henti bagi Mark.
Betapa detik demi detik yang membentuk hitungan jam ke depannya, merupakan bukti nyata bila Mark sama sekali tak bisa memejamkan matanya barang sejenak, oleh karena hangatnya jejak sentuhan dari bibir lembut Haechan yang masih senantiasa ia rasakan pada sudut bibirnya hingga saat ini.
Iya.
Saat ini.
Tepatnya ketika bulan dan bintang telah disembunyikan oleh cerahnya mentari pagi menjelang siang. Berlatarkan riuhnya kerumunan para penumpang kapal megah yang sedang berjejer rapi di dermaga, demi menunggu giliran agar bisa segera menjangkau area pelabuhan demi melanjutkan perjalanan masing-masing, setelah dua hari satu malam mereka habiskan dalam mengarungi lautan yang beruntungnya tanpa kendala apapun.
Selama itulah.
Mark yang sering kali menundukkan wajahnya secara tiba-tiba, ataupun menggelengkan kepalanya singkat tanpa aba-aba, maupun bersikap lumayan tak wajar seperti menutupi wajahnya yang memerah padam begitu rapat dengan telapak tangannya sendiri. Agaknya merupakan hal yang begitu mengusik perhatian Sang Pangeran Bungsu Lemuria alias Chenle El Owenn, untuk terus mencuri pandang ke arah Mark yang kebetulan berbaris di depannya berdampingkan Sunhee El Runes di sisi kirinya.
Tak sekadar mencuri pandang. Bahkan di beberapa kesempatan, seperti halnya ketika antrian mereka yang terbagi jadi dua baris memanjang itu mulai bergerak kembali setelah sempat terhenti beberapa kali. Sering pula Chenle memanfaatkan momen itu untuk menyikut Jisung yang berjejer di samping kanannya pada bagian rusuk dengan pelan, lantaran Chenle begitu mengharapkan bila Jisung pun harusnya lumayan peka dengan keanehan dari kondisi Mark tersebut.
"Senior Mark, kau baik-baik saja?"
Yangmana harapan Chenle itu terkabul begitu cepatnya, oleh karena Jisung yang terkesan tak memiliki niat basa-basi untuk menahan tanda tanya yang sebenarnya juga tersimpan sejak mereka turun meninggalkan kapal, akibat keanehan gerak-gerik Sang Senior dari Fraksi Nerro itu yang memang agak mencolok baginya.
Tanpa menyadari bila pertanyaannya itulah, yang justru membuat psikis Mark makin kalang kabut. Meski pada akhirnya dusta tentang dirinya yang baik-baik sajalah yang terucap dari bibir Mark, lantaran ia tak ingin membuat ketiga rekan Dreamisnya itu mencemaskan kondisinya.
Tentu saja.
Bukannya lebih baik ketiganya tidak mencurigai apapun, dibandingkan Mark harus lebih bergelut dengan debaran jantungnya yang terus saja menggila, karena masih terbayang-bayang akan "ciuman ibu jari" dari Haechan pada bibirnya tadi malam?
Bahkan dengan "sentuhan seringan itu" saja. Otak Mark yang seharusnya lebih terfokus untuk memikirkan alasan mengapa Haechan sempat memanggilnya dengan sebutan "Ounce". Malah terus saja berkhianat dengan berandai-andai, tentang apa jadinya bila ibu jari Haechan tak menjadi "dinding penghalang" bagi bibir mereka untuk saling bersinggungan secara langsung.
DEG! DEG! DEG!
Semesta...
Hanya dengan membayangkannya saja jantung Mark nyaris meledak seperti sekarang.
Apalagi kalau perandaiannya itu menjadi kenyataannya kan?
"Uh..."
Dalam kesah malunya secara diam-diam tersebut. Lagi-lagi Mark menyempatkan diri untuk menutupi wajahnya yang memanas akan rona merah dengan telapak tangan. Berharap dengan itu, tidak ada satupun orang-orang yang berada di sekitarnya menyadari kondisinya saat ini, tentang kegilaan hatinya yang begitu menginginkan untuk benar-benar merasakan lembutnya bibir Haechan secara utuh ke dalam ciumannya tanpa halangan apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soulmate
Fiksi Penggemar"Kau... punya seribu alasan untuk meninggalkanku. Kenapa tetap bertahan?" "Tentu saja karena aku juga punya seribu alasan untuk tetap berada di sisimu. Kenapa aku harus meninggalkanmu?" *** Sebagai Pangeran Atlantis, Haechan sadar bila takdir sama s...