Kilas XXXVI: "Sebuah Permintaan"

323 42 13
                                    

"Maaf mengganggu waktu anda, Yang Mulia Raja. Kehadiran hamba di sini untuk memberitahukan bila Pangeran Haechan telah tiba dan menunggu izin untuk menghadap."

Apapun segala hal yang sedang dilakukan oleh Johnny saat ini. Entah itu hanya sebatas menutup sebuah buku yang tergeletak di atas meja. Ataupun menonaktifkan layar proyeksi hologram berisikan strategi penyerangan yang sempat diusulkan oleh Panglima Sungchan kepadanya.

Segalanya seakan menjadi saksi, bila Sang Raja dari Kerajaan Atlantis itu memang sengaja mengabaikan keberadaan si pengawal kerajaan yang masih berlutut di tengah-tengah perpustakaan pribadinya ini, hanya untuk segera melangkahkan kakinya menuju pintu.

Sungguh suatu hal yang nyaris mustahil dilakukan oleh seorang raja di mata seorang gadis muda, yangmana hari ini merupakan hari pertama baginya untuk menjadi salah satu pelayan terpilih dalam melayani Sang Raja Atlantis. Apalagi ketika seorang pelayan senior di sampingnya mengisyaratkan dalam diam, agar tidak membukakan pintu tersebut untuk Raja mereka seperti sebelum-sebelumnya.

Sebab.

Dengan jelasnya keempat pelayan wanita maupun kedua pengawal kerajaan yang berdiri di sekitar pintu itu mampu menyaksikan, betapa Raja mereka tampak begitu tergesa saat membuka pintu tersebut, hingga berhasil membuat pangeran paling bungsu Atlantis yang sedang berdiri santun di baliknya, tak mampu mengendalikan refleksnya untuk terlonjak penuh rasa kejut.

"Ya-Yang Mulia Ra—"

"Sejak kapan Matahari mungilku harus meminta izinku untuk menghadap?"

"Ya-Yang Muli—"

"Sejak kapan Matahari mungilku harus memanggilku Yang Mulia di luar situasi formal?"

"..."

"..."

"..."

"..."

"A-Ayah."

Mendapati putra paling tersayangnya begitu peka untuk menangkap maksudnya tersebut. Johnny tak kuasa menahan senyum tipisnya, diiringi sebelah tangan yang terjulur pada Haechan, sebagai aksi bila dirinya ingin menyambut kedatangan harta sangat berharga di hidupnya itu, dengan menuntunnya secara lembut untuk memasuki perpustakaan pribadinya. Tepatnya menuju ke arah dua buah kursi mahoni di beranda, berhiaskan satu set hidangan menggungah selera di atas sebuah meja berukir.

 Tepatnya menuju ke arah dua buah kursi mahoni di beranda, berhiaskan satu set hidangan menggungah selera di atas sebuah meja berukir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Keberatan menemani duda tampan sepertiku menikmati makan siangnya?"

"Te-Tentu saja tidak, Ayah!"

Tepat setelah dirinya terduduk dengan begitu anggun di kursinya sendiri, Haechan bahkan sampai memandang pada sosok gagah Sang Ayahanda penuh ekspresi panik bercampur protes.

"Kenapa juga aku harus keberatan menemani Ayah makan siang kan?!"

"Begitu?"

Tak hanya sekadar merespon. Dalam kondisi terduduk di kursi miliknya dengan kedua paha yang saling bertumpu, Johnny bahkan tak segan-segan menampilkan kekehan gelinya.

SoulmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang