Kilas CXXVII: "Sebuah Kilasan"

553 35 27
                                    

Jika waktu di tempat itu mengikuti rotasi Bumi. Maka sudah seharusnya langit yang menghiasi bangunan kecil menjulang tinggi di bawahnya itu mulai cerah, oleh hangatnya mentari pagi yang perlahan memancarkan sinarnya secara pasti.

Seharusnya.

Jika saja itu bukan merupakan sebuah bangunan yang terletak pada ruang dimensi yang berbeda. Berisikan banyaknya kemilau bintang yang bertaburan di angkasa layaknya sebuah galaksi.

Kini.

Di bawahnya.

Tepatnya di hadapan bangunan berpondasi granit bertubuh marmer dengan lapisan kristal di beberapa sisinya. Berdirilah sosok Sang Raja Atlantis alias Johnny El Allerick khas dengan jubah kebesaran raja miliknya nan megah. Dengan retina matanya yang senantiasa terpaku pada sebuah tulisan yang terukir di permukaannya.

Ten El Soule.

Adalah satu-satunya nama yang selalu membuatnya merindu, dan hanya satu-satunya nama yang membuatnya sangat mendambakan waktu agar terputar kembali ke masa lalu. Sehingga ia memiliki lebih banyak kesempatan untuk menjalani kebersamaan mereka lebih baik; baik lagi dari apa yang seharusnya tidak pernah terjadi.

Lebih bermakna.

Lebih bahagia.

Lebih lama.

Setidaknya itulah yang senantiasa direnungkan oleh Johnny selama keberadaannya di tempat tersembunyi itu. Hingga pada satu titik ketika suara langkah kaki terdengar semakin mendekat ke arahnya, di saat itulah seringai kecil terlukis di bibirnya seketika.

"Aku jadi bertanya-tanya, apakah titah yang kuturunkan pada Panglima Sungchan hanyalah sia-sia. Jika kau menghantarkan nyawamu seorang diri ke hadapanku seperti ini."

"..."

Tak lantas menjawab. Hendery yang kini tak lagi mengenakan jubah megahnya, maupun mahkota yang tak juga menghiasi surainya seperti biasanya. Justru berjalan semakin mendekat pada Johnny, hanya untuk berdiri di sisinya dengan tubuh yang menghadap sepenuhnya ke tempat peristirahatan Ten.

"Lagi-lagi kau memonopoli waktu Tuan Ten begitu lama, A-ya-han-da. Aku benar-benar sudah tidak bisa lagi menunggumu enyah dari sini."

Sama sekali tak terselip nada gentar di setiap suku kata yang Hendery lontarkan pada Johnny. Mungkin karena kini dirinya terfokus untuk meletakan setangkai bunga iris ungu di altar penghormatan Ten, yang sedari tadi ia lindungi dalam dekapan hangatnya.

"Lagipula kau masih bisa membunuhku lain kali," ucap Hendery lagi seraya kembali berdiri ke posisinya semula. "Kau tahu sendiri kalau hidupku masih dibutuhkan untuk membawa keadilan baginya."

"..."

"..."

"..."

"..."

Semilir angin yang menjaga ruang dimensi itu agar tetap terasa nyaman, seolah-olah menjadi saksi dari keheningan yang menyelimuti kedua laki-laki tersebut. Sampai pada akhirnya Johnny membalikan tubuh dalam sekali gerakan, demi melangkahkan kaki hendak pergi begitu saja dari sana.

"Yang Mulia 'Raja' harus memastikan para Lemurian itu benar-benar pergi ke Agartha."

"..."

"Karena hanya Neo Loirkinesis milik Fraksi Owenn yang bisa melakukannya."

"..."

Setidaknya itu niat yang dimiliki Johnny dengan membiarkan "putranya" lolos untuk kali ini. Jika saja langkahnya tak kembali terhenti, oleh karena kekehan sinis yang seketika lolos dari bibirnya usai mendengar perkataan Hendery barusan.

SoulmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang