Kilas LXXXI: "Sebuah Penawar"

320 43 20
                                    

"Mark... aku... tahu, kalau aku tak bisa memastikan apakah sosok yang ada di dalam setiap mimpi burukmu itu adalah aku atau bukan."

"Hyuckie, itu bukan—"

"Tapi aku percaya, Mark. Pasti ada cara untuk mengubahnya."

"..."

Dalam keterbungkamannya, Mark tampak menurut ketika Haechan sedikit merenggangkan pelukan mereka, hanya untuk menengadahkan pelan kepalanya agar wajah mereka kembali bersitatap seperti sekarang.

"Aku tidak mengerti apakah Lemurian memiliki kepercayaan semacam itu. Tapi karena aku adalah Atlantean, aku yakin aku bisa mengubahnya."

"Hyuckie..."

"Bukankah sebelumnya aku pernah mengatakannya padamu, kalau aku ingin menulis takdirku sendiri kali ini?"

"..."

"Tak terkecuali milikmu, karena aku terlibat di dalamnya, bukan?"

Ucapan Haechan itu memang terdengar penuh tekad.

Senyum Haechan yang terlukis untuk Mark itu memang terkesan penuh keyakinan.

Tatapan Haechan yang membias kepada Mark itu memang memberikan ketenangan akan harapan.

Tapi meski demikian, sebagai seseorang yang terlahir dan tumbuh di Kerajaan Lemurian sepanjang hidupnya, Mark tahu segalanya tidak sesederhana itu. Karenanya, Mark hanya bisa membalas tatapan Haechan kali ini dengan sendu.

"Hyuckie..."

"Tidak sederhana bukan berarti tidak mungkin."

Seakan mampu menebak pikiran Mark, Haechan kembali berkata.

"Selagi masih ada waktu, aku akan berusaha mengubahnya..." lanjut Haechan seraya tersenyum lembut. "...untukmu, untuk kita."

Bagaimana pun, ucapan Haechan barusan terdengar begitu tulus penuh optimisme tak terbantahkan. Sehingga membuat Mark yang tadinya merasa sangat resah akan ketakutan terpendamnya, secara perlahan merasakan persendian tubuhnya mulai terlepas dari belenggu ketegangan. Dengan demikian, Mark segera memanfaatkannya untuk balas tersenyum pada Haechan, sebelum menenggelamkan kembali tubuhnya pada pelukan hangat Haechan.

"Ya... pasti ada jalan untuk mengubahnya," balas Mark sambil menghirup dalam-dalam harum peony bercampur mawar yang menguar dari tubuh Haechan. "Lagipula aku juga tidak mungkin membiarkan semua itu terjadi begitu saja. Apalagi setelah—"

Secara tiba-tiba, Mark tampak menghentikan perkataannya dengan tubuh yang tersentak kecil; merasa terkejut karena dirinya hampir saja mengungkapkan suatu hal tanpa pertimbangan mendalam.

Sebuah sikap dari Mark yang tentunya sangat disadari oleh Haechan. Terlebih saat ia turut merasakan debaran jantung Mark semakin bertalu-talu hebat di pelukannya.

Sungguh, ada apa gerangan?

"Setelah... apa?" tanya Haechan seketika hendak menuntut jawaban dari Mark.

Ada jeda waktu bagi Mark untuk berpikir dalam keterdiamannya yang tak segera membalas perkataan Haechan tersebut. Hingga pada satu titik ketika Mark memberi jarak di antara pelukan yang kembali merenggang, di saat itulah Haechan sadar Mark telah menyiapkan hatinya untuk memberitahu sesuatu hal yang sepertinya akan membuatnya terkejut.

"Setelah... belakangan ini..." ucap Mark melanjutkan dengan nada terdengar gugup. "...mimpi burukku itu tidak muncul lagi setiap malam."

Kali ini Haechan benar-benar terkejut, hingga tanpa sadar membuatnya menatap lekat-lekat pada Mark.

"Sungguh...?" ucap Haechan dengan manik hazelnya yang mulai berbinar cerah. "Sungguh tidak muncul lagi?!" lanjutnya tampak antusias. "Kalau begitu apa yang kau takutkan, Mark?! Bukankah itu berarti—"

SoulmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang