Kilas CXV: "Sebuah Nyawa"

260 39 17
                                    

"HAECHAN!!!"

Teriakan Mark yang seketika menggema ke segala penjuru tersebut, seakan menjadi saksi dari segaris darah yang turut mengalir dari sudut bibir Haechan, di sela-sela tubuhnya yang mulai jatuh merosot ke atas tanah.

BRUK!

"Haechan!!!"

"Ukh..."

Rasa sakit dari anak panah yang menembus dirinya itu memang tak tertahankan. Karenanya, Haechan sampai tidak menyadari bagaimana proses tubuhnya telah jatuh ke dalam rengkuhan Mark, hingga darah yang mengucur dari tubuhnya turut membasahi jubah Dreamis milik Mark seperti sekarang.

"Ma-Mark—"

"Tidak!!!"

Tidak sempat bagi Haechan untuk menyelesaikan perkataannya, oleh karena pergerakan dari Mark yang segera memeluk tubuhnya dengan erat.

"Tidak!!!"

"Tidak!!!"

"Tidak!!!"

Sangat erat, hingga membuat Haechan tak mampu melihat dengan benar ekspresi Mark saat ini, disebabkan wajah Mark telah tenggelam sangat dalam di tengkuknya.

"Tidak!!!"

"Ma-Mark—"

"Semua ini tidak mungkin terjadi!!!"

"Ma—"

"Haechan—tidak! Semua ini pasti hanya mimpi!!!"

"..."

"Mimpi burukku yang lagi-lagi muncul saat aku tertidur!!! Iya kan, Hyuckie?!!"

"..."

"Hyuckie?!!"

"Ukh..."

Dengan pelan Haechan berusaha meraih wajah Mark, untuk membuatnya saling berhadapan dengan wajahnya seperti sekarang.

Dengan demikian, rasa bersalah terbesit di benak Haechan seketika. Usai mendapati betapa ekspresi Mark saat ini penuh dengan campur kecemasan, rasa syok, terkejut, kekalutan dan kepedihan yang menjadi satu. Hingga membuat Mark terus saja meracau ketakutan tak terkendali.

Betapa tidak?

Haechan tak menyangka bahwa dirinya pun tak bisa sepenuhnya menghindari takdir dari mimpi Mark selama ini. Terlebih saat ia kembali mengingat kembali rasa ketakutan hebat akan kehilangan Mark yang sempat menderanya, di saat manik hazelnya benar-benar menemukan Hendery meluncurkan anak panah tersebut dengan sirat membunuh yang begitu kental.

Di kala Haechan melihat dengan kedua bola matanya sendiri, kondisi Mark yang jatuh berlutut itu tak mungkin menghindari serangan Hendery tepat waktu.

Maka dari itu.

Haechan hanya menuruti kata hati dan refleks dari pergerakan tubuhnya, ketika merasa dirinya mampu menghalangi serangan Hendery tersebut dengan menangkisnya.

Namun segalanya terlampau terlambat.

Di luar kesadaran dan perhitungan Haechan, tahu-tahu anak panah itu telah menembus dirinya.

Seperti sekarang.

Di pelukan Mark.

Mark.

Mark...

Mark yang kini—

"Bunuh."

"...?"

"Harus mati."

"Ma-Mark—"

"Siapapun yang melukaimu harus mati."

"Mark—"

SoulmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang