Kilas XII: "Sebuah Pengakuan"

384 44 3
                                    

Pada awalnya.

Mark sungguh tak mampu mengendalikan rasa cemas yang membelenggu benaknya, ketika menyadari bila dirinya terlambat nyaris setengah jam dari waktu pertemuannya dengan Donghyuck.

Namun agaknya perasaan tersebut sedikit mereda, bertepatan dengan manik obsidiannya berhasil menangkap, siluet sosok Donghyuck yang sedang terduduk bersandar pada pohon rindang di belakangnya itu, tampaknya tengah terlelap dengan begitu pulasnya.

Namun agaknya perasaan tersebut sedikit mereda, bertepatan dengan manik obsidiannya berhasil menangkap, siluet sosok Donghyuck yang sedang terduduk bersandar pada pohon rindang di belakangnya itu, tampaknya tengah terlelap dengan begitu pulasnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di saat itulah, diam-diam Mark menghempas napas lega, karena setidaknya sang sahabat tak perlu memergoki keterlambatannya secara gamblang.

Meski demikian, bukan berarti Mark lantas terlepas dari rasa bersalahnya begitu saja. Sebab di detik berikutnya, secara perlahan ia menghampiri Donghyuck yang masih berkelana dalam mimpi, lalu mendudukkan dirinya di samping sang sahabat penuh kehati-hatian.

Tak sebatas itu.

Seraya memandangi wajah tertidur Donghyuck yang terlihat begitu damai, sebuah senyum tipis tampak terukir di bibir Mark, di sela-sela jemarinya yang telah terlayang di sisi kepala sang sahabat dengan lembut, hanya untuk membawanya agar bersandar secara nyaman di bahu lebarnya.

Iya.

Berlatarkan terik cahaya matahari yang menembus celah ranting pepohonan di atas sana. Mark sengaja merengkuh tubuh Donghyuck dari samping, berharap bila tindakannya itu mampu menembus dosa keterlambatannya barusan, dengan menjadi tempat ternyaman bagi sang sahabat untuk semakin terlelap dalam tidurnya.

"Kau... tahu? Aku... tetap tidak akan memaafkan keterlambatanmu... meski saat ini kau sedang bertingkah manis padaku sekalipun."

Tak sepenuhnya terkejut. Justru saat ini Mark berusaha menahan kekehan gelinya, saking gemasnya dengan suara merajuk dari Donghyuck yang terdengar masih sedikit mengantuk tersebut.

Bukan tanpa alasan.

Sebab, sebenarnya sejak awal, atau bahkan sudah sejak dulu pun Mark memahami satu hal, bila Donghyuck termasuk golongan orang yang sensitif pada gerak, sehingga mudah sekali baginya untuk terbangun dari tidurnya dalam hitungan detik.

"Masa?"

Seakan ingin meladeni rajukan Donghyuck lebih lama, Mark kembali berkata.

"Tapi buktinya kau masih bermanja padaku sekarang?"

"Tidak lagi."

Sesigap Mark mengejeknya, sesigap itu pula Donghyuck langsung melepaskan diri dari rengkuhan sang sahabat, hanya untuk semakin melancarkan aksi merajuknya dengan pipi yang mengembung lucu, maupun kedua tangan yang tersilang di depan dada.

"Lagipula sejak kapan jadi aku yang bermanja padamu, huh?" keluh Donghyuck dengan nada kesal.

"Hm... benar juga."

Meski terkesan menyetujui ucapan Donghyuck barusan. Mark yang sebenarnya masih ingin menikmati drama mereka pun, lantas melanjutkan perkataannya.

"Kalau begitu, biar aku saja yang bermanja padamu."

SoulmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang