..... 🦋🦋🦋
Dalam hati Nino mengumpat sejadi-jadinya, tidak bisa menolak godaan itu apalagi kala dia melihat Elsa dengan ketelanjangannya berjalan lenggak-lenggok menuju ke kamar mandi.
"Dari pada rindu, aku lebih ingin membunuhmu sekarang juga," jawab Andin dalam batinnya.
"Sudah dulu ya, aku harus matikan ponselnya atau kalau tidak pramugari akan menegurku." ucap Nino terdengar buru-buru dan bahkan suara napasnya pun ikutan berubah berat.
Sebagai jawaban dari permintaan Nino, Andin menutup telepon itu langsung.
Ia berjalan masuk, membuka gerbang yang mana tidak dikunci dan dia bisa dengan mudah membukanya. Setiap langkah yang diambilnya, pikirannya jadi berantakan. Memikirkan banyak hal, tentang pernikahan mereka, tentang kehamilannya, tentang masa depan anaknya nanti.
Dapatkah dia melewati semuanya ini sendirian?
Seorang petugas keamanan yang baru saja kembali dari halaman belakang terkejut melihat kedatangan sang nyonya. Ia menyapa dengan gugup, ingin menjelaskan sesuatu tentang keberadaan Nino malam itu tetapi Andin menghentikan pria itu dari bicara bohong padanya.
"Ambil ini dan anggap aku tidak pernah muncul di sini, hanya dengan begitu kau masih bisa bekerja dengan keluarga Prasetya." Andin mengeluarkan lembaran uang berwarna merah, tidak menghitung nominalnya dan langsung menyerahkan uang itu pada sang satpam.
"Tapi Nyonya ...."
Andin terus berjalan, mengabaikan panggilan satpam tersebut. Ia membuka pintu itu pelan, terus berjalan menaiki tangga menuju ke kamar utama berada. Seiring dekatnya dia dengan kamar yang pernah ditempatinya, rasa sakit di dada semakin intens menusuknya. Walau begitu, tak menghentikan dia dari terus melangkahkan kakinya.
Sesampainya di kamar itu, Andin berdiri di sana, tidak membuka pintu yang setengah terbuka. Bahkan dari posisinya berdiri, dia dapat mendengar suara gelak tawa bercampur erangan. Seketika air mata yang telah coba dibendungnya mengalir dengan derasnya hingga membuat pandangannya jadi buram.
Ternyata semuanya benar.
"Berjanjilah padaku kau akan bahagia, hanya dengan begitu aku bisa tenang. Kumohon berjanjilah padaku, Andini."
Andin mengangkat kepalanya, berusaha menahan air mata sialan itu terus mengalir tapi sia-sia. Dan ingatan akan permintaan Aldebaran padanya semakin menambah luka dalam hatinya. Dengan suara bergetar ia berbisik serak, "Maaf, tidak bisa menepati janji itu lagi, Al. Ini benar-benar menyakitkan. Kenyataan ini sungguh menyakitkan."
__
Aku pernah bertanya, apakah memang semudah itu hancurnya, sebuah kepercayaan dan cinta? Dan kau menjawab, tidak bila yang mendapatkannya adalah orang yang tepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
KESETIAAN SEORANG WANITA (TAMAT)
FanfictionMendapati suaminya sendiri berselingkuh dengan adik tirinya, Andin merasa hatinya hancur berkeping-keping. Ia akhirnya percaya, bahwa peringatan Aldebaran - sahabat tersayangnya - benar. Namun semuanya telah terlanjur terjadi, ia telah memilih melep...