BAB 18 - TAHANAN RUMAH

222 23 0
                                    

.... 🦋🦋🦋


Nino kemudian mengeluarkan tespek yang telah diremasnya dalam saku, menunjukkannya pada Andin. "Aku menemukan ini di kamar mandi."

Andin mengambil tespek tersebut, "Bahkan meskipun aku tengah hamil sekarang, tidak akan mengubah keputusanku meminta cerai padamu."

"Tapi kenapa? Kenapa kau bersikeras ingin pisah?"

"Kau masih bertanya kenapa aku bersikeras ingin pisah? Kenapa kau tidak renungkan kesalahanmu itu, dengan begitu kau akan sadar sendiri mengapa aku harus melakukannya. Nino, aku tidak akan memperpanjang masalah ... jadi tolong, hargai keputusanku ini." ujar Andin lagi seraya menutup koper.

Namun sebelum dia bisa menaruh koper itu ke lantai, Nino telah lebih dulu membanting koper itu ke lantai, mencekal tangan Andin lebih keras dan menariknya agar menghadap ke arahnya.

"Tidak, aku tidak mau...." ucapnya menolak keputusan Andin. "Kita bisa bicarakan ini baik-baik, hm? Aku mohon, aku tidak mau kita pisah, Andini. Pikirkan, bagaimana anak kita nanti?"

"Saat kau memilih tidur dengan adik tiriku, kau harusnya memikirkan ini. Aku tidak mau peduli kau setuju atau tidak! Sekarang, lepaskan tanganku!" pinta Andin seraya berjuang melepaskan cekalan tangan Nino.

Seluruh wajah Nino berubah pucat, bibirnya bahkan bergetar keras karena tak percaya Andin telah mengetahui perselingkuhannya bersama Elsa. Tapi dari mana? Dari mana Andin bisa tahu?

"Kubilang lepaskan tanganku! Apa kau tuli?!"

Nino yang awalnya linglung kemudian bergumam kosong, "Kalau kita pisah, kau pasti akan langsung bersama Aldebaran kan? Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi ... aku tak sudi bila dia mendapatkan apa yang dia mau. Aku tidak akan membiarkannya...."

"Nino, kau gila!"

Andin terpental keras saat tubuhnya di panggul oleh Nino lalu dilemparkannya ke ranjang. Ketika bayang-bayang wajah Nino mendekati wajahnya, ia kembali memukul wajah dingin itu tapi kedua tangannya kembali digenggam dan disematkan di atas kepalanya.

"Apa yang kau lakukan?!"

Nino tidak menjawab, tatapannya yang kosong membuat Andin merinding.

"Nino....!"

"Tidak ada yang boleh memilikimu selain aku," bisiknya seperti orang tak waras.

Nino mulai melepaskan kemejanya, menarik gesper celananya menggunakan satu tangannya yang bebas.

"Nino! Tidak... aku tidak mau! Menyingkir dariku!"

"Kau lebih baik aku kurung saja di kamar ini, dengan begitu kau tidak akan bisa kemana-mana."

"Kalau kau berani menyentuhku, aku akan membencimu! Tidak akan aku maafkan kau seumur hidupku!" Andin berkata terisak-isak, antara takut dan bertekad melawan. Ia tidak akan membiarkan pria yang telah diketahuinya tidur dengan adik tirinya sendiri berhasil menyentuh tubuhnya.

"Benci aku, benci aku seumur hidupmu, Andini. Hanya dengan begitu kau dapat mengingatku sepanjang hidupmu!"

KESETIAAN SEORANG WANITA (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang