SS2 - BAB 36

300 22 0
                                    

Al berhenti, "Ada apa?"

Andin meneguk ludah. Dia dapat merasakan wajahnya bersemu merah dan panas. Namun dia menggertakkan gigi kala mengatakan ini pada Al, "Boleh aku minta pelukan lagi?"

Pria tampan itu tertegun. Tidak berharap perempuan ini berani mengatakan demikian. Di saat dia yakin bahwa ini memanglah pertemuan pertama mereka. Sayangnya, seperti biasa, ia tidak bisa menolak. Entah mengapa demikian. Dia pun dibuat kebingungan sendiri.

"Baiklah," katanya setuju lalu membuka tangannya dan Andin memeluknya kembali dengan erat.

Andin tidak memeluk Al lama karena paham kalau prianya itu harus segera pergi. Setelah selesai, ia kembali minta sesuatu.

"Nomor hp juga." katanya seraya menyodorkan ponselnya ke depan.

"Tapi...." Untuk permintaan yang satu ini, Al ingin menolak. Bagaimanapun, nomor ponsel sudah termasuk privasinya yang tidak boleh sembarangan dia berikan pada orang asing.

"Tidak bisakah aku? Bagaimana nanti kalau aku mau menghubungimu."

"Aku pikir tidak perlu--" kalimat Al tidak sampai terucap setelah Andin menatapnya dengan pandangan penuh harap dan berkaca-kaca. Tatapannya itu begitu menyedihkan hingga membuatnya semakin tak berkutik dan hatinya lemah.

"Alright, lagi pula itu hanya nomor saja," pasrah Al akhirnya tak tega melihat tatapan menyedihkan itu. Ia mengambil ponsel Andin, memasukkan nomor ponselnya.

"Coba hubungi. Aku takut kau memberiku nomor palsu." kata Andin ngelunjak. Untung Al sangat sabar. Coba kalau itu orang lain, pastilah sekarang dia dimaki-maki karena tidak tahu diri.

Namun karena di depannya sekarang adalah Aldebaran, sahabatnya yang telah bersamanya sepuluh tahun dan sekaligus pria yang dia cintai. Itu lah mengapa dia berani seperti itu. Karena dia yakin, bila itu berkaitan dengannya, Al memiliki toleransi lebih untuknya.

"Ponselku mati sekarang. Aku janji menghubungimu nanti." katanya dengan tatapan pasrah dan tak berdaya. Baru kali ini dia bertemu dan berhadapan dengan wanita yang pantang menyerah.

Biasanya tipe perempuan semacam ini tidak dirinya suka. Tetapi entah kenapa, dia tidak merasa jijik ataupun benci bila yang menunjukkan sikap demikian adalah wanita di depannya tersebut.

Aneh sekali, pikir Aldebaran masih tak habis pikir mengapa dirinya bisa seperti itu.

"Ma, sampai kapan kita tinggal di sini?" Reyna yang tadi banyak diam, akhirnya menyela percakapan dua orang dewasa.

Barulah Al sadar kalau bukan hanya ada mereka berdua saja di sana, tapi ada juga seorang anak kecil cantik dengan rambut panjangnya yang dipakaikan bando sedang bersembunyi di belakang wanita asing itu.

"D-Dia anakmu?" tanya Al penasaran.

Andin mengangguk.

KESETIAAN SEORANG WANITA (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang