___
"Sudah selesai meneleponnya?" tanyanya lembut.
"Hmn,"
"Aku pinjam sebentar ranjangmu, kepalaku sakit." adunya kemudian dengan nada manja. Seolah mereka masihlah sedekat dulu, dimana dia bisa leluasa bersikap manja pada sahabatnya itu. Telah lupa, apabila yang kini tengah menatapnya dengan tatapan ambigu itu bukanlah orang yang sama.
"Apa kau memang orang yang seperti ini?" Al mengajukan pertanyaan yang mengganjal di hatinya. Sembari satu tangannya terulur membelai pipi Andin.
Andin menangkap tangan besar itu, menggenggamnya erat dan membiarkannya bertengger di pipinya.
"Seperti apa?"
"Tidak takut berduaan denganku?"
"Tidak."
Naik turun kedua tangan yang saling berpegangan itu membelai pipi Andin.
"Kenapa?"
Butuh beberapa detik bagi Andin untuk bisa menjawab, "Karena aku percaya padamu dan kau bukan laki-laki yang seperti itu."
Mendengar jawabannya yang tak terduga, sontak saja Al dibuatnya terdiam kaku.
"Tanganmu dingin, rasanya enak." puji Andin tak mau melepaskan tangan Al dari sisi wajahnya.
"Wajahmu saja yang hangat,"
"Ya, akibat mabuk." kata Andin masih tersenyum.
Atmosfer disekitar mereka itu terasa ambigu sekali. Baik Al maupun Andin sama-sama terus saling berpandangan. Bahkan Andin yang tidak bisa melihat ekspresinya sendiri kini, tidak tahu seperti apa dia menatap pada Al. Kerinduan, cinta yang meluap, dan rasa sakit, bercampur di netranya yang kini lembab.
Ditatap oleh sepasang mata yang mengandung banyak emosi, Al merasakan hatinya berat tanpa alasan. Namun ditepisnya jauh-jauh perasaan asing itu dari sudut hatinya paling dalam.
Al mendekatkan wajahnya. "Tidak keberatan kalau aku cium?" tanyanya basa-basi saat mereka berbagi hembusan napas.
"Kenapa masih minta izin? Kau boleh menciumku sepuas yang kau mau."
"Andin, kau semakin aneh," Al mulai mencium ujung hidung wanita dibawahnya. "Kau senantiasa bicara padaku seolah kita ini memiliki hubungan sangat dekat." lanjutnya lagi menggeser bibirnya mencium kelopak mata.
"Kita kan teman," Andin mengingatkan lagi sembari memejamkan kedua matanya.
"Teman tidak seperti ini." sanggah Aldebaran tak percaya.
Pria itu menumpukan kedua lengannya di sisi kepala Andin, menahan tubuh beratnya dari menindih wanita cantik dibawahnya selagi mereka terus berciuman, saling memagut satu sama lain.
Nafsu dan gairah seketika tersulut. Jari lentik Andin membelai rahang Al, turun mengusap leher, lalu kulit dada atas pria itu yang terpapar.
KAMU SEDANG MEMBACA
KESETIAAN SEORANG WANITA (TAMAT)
FanfictionMendapati suaminya sendiri berselingkuh dengan adik tirinya, Andin merasa hatinya hancur berkeping-keping. Ia akhirnya percaya, bahwa peringatan Aldebaran - sahabat tersayangnya - benar. Namun semuanya telah terlanjur terjadi, ia telah memilih melep...