13. Pelukan Dan Bukan Mimpi

36.2K 2.3K 27
                                    

Lili membuka matanya saat merasakan sebelah tangannya kebas. Badannya pun pegal di satu sisi, apakah posisinya lama tidak berubah?

Tunggu? Dia sedang di peluk?

Lili mendongak, bertepatan dengan Haidar yang kini menunduk sama menatap. Keduanya mengerjap dengan wajah bantal yang masih tetap tampan dan cantik itu.

"Ahk!" pekik Lili singkat, dia sadar kalau banyak orang di rumah ini. Takutnya salah paham.

Lili menggeliat dari pelukan Haidar, siap mengamuk namun tak lama karena dia sadar, Haidar terlihat sangat lesu, pucat dan pipinya agak memerah.

Lili menyentuh kening Haidar. "Astaga! Lo sakit?" tanyanya.

Haidar menggeleng. "Bentar lagi juga sembuh," Haidar keluar dari selimut.

Lili pun sama, dia keluar dari selumut dan berlari kecil mendekati Haidar yang duduk di pinggiran kasur. Terlihat seperti tengah menghayati rasa pening.

"Gue periksa lagi," Lili menyentuh kening, pipi dan leher Haidar. "Ini beneran demam, lo naik lagi!" tegasnya.

"Ck! Minggir, gue harus turun,"

"Lo demam!" jengkel Lili.

"Gue tahu!"

"Ya kalau tahu diem!" Lili jadi galak. Dia paling tidak suka dengan orang sakit yang keras kepala.

"Lo yang diem!" Haidar beranjak, berjalan lesu.

Lili sontak berlari kencang, meraih kunci dan mengunci Haidar dari luar. Haidar mengetuk pintu dengan kesal.

"Lo diem! Gue bawa dulu obat sama kompresan, sama bubur juga," lalu Lili berlari dan berjalan cepat menuruni tangga.

Astaga! Sungguh banyak orang di sini, dia harus mencari bantuan pada Hafin.

***

Hafin menoleh saat merasa ada yang berjalan ke arahnya. "Eh, ada apa? Haus atau lapar?" tanyanya saat Lili mendekatinya yang ada di dapur.

"Itu," Lili berbisik. "Haidar demam, ada kompresan, bubur sama obat?" tanyanya.

"Dia sakit?"

Lili mengangguk. "Ada ga? Dia keras kepala, mau turun sambut tamu, lagi gue kunci di kamarnya." jelas Lili.

"Bentar, jangan bikin dia turun ya," Hafin mulai mencari yang di butuhkan Lili, untuk bubur sepertinya dia harus membuat atau beli.

"Tenang aja, gue jaga. Dia takut sama gue,"

Hafin tersenyum samar lalu menyerahkan satu wadah dan kain bersih. "Kompres manual aja, bentar," dia pun berjalan ke arah lemari yang isinya obat.

Lili mengisi air dingin lalu menerima obat yang di angsurkan.

"Jangan di suruh minum obat dulu, gue bikin bubur dulu,"

"Oke, gue ke atas duluan. Takutnya ngamuk,"

Hafin tersenyum lalu mengangguk.

Lili ngacir dengan lucunya. Tak lupa membawa kompresan untuk Haidar dengan bibir misuh-misuh. Lili malu harus melewati beberapa keluarga Haidar yang ada secara terang-terangkan penasaran padanya.

***

"Ga perlu!" tolak Haidar dengan menepis tangan Lili, wajah Haidar di tekuk kusut, tak ramah sekaligus lemas.

Lili berdecak lalu menggigit lengan Haidar tak lama, yang penting Haidar menjerit langsung dia lepas.

"Apa-apaan sih lo?!"

Hate And Love (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang