31. Hormon Nakal

36.5K 1.9K 31
                                    

        Haidar membiarkan tas kerjanya di ambil Lili. Dia membuka sepatu kulitnya yang mengkilap, melepas kaos kaki lalu berjalan menuju kamar mandi.

"Kemana?" Lili menyimpan tas kerja Haidar di meja ruang tengah.

"Bersih-bersih." singkat Haidar lalu hilang.

Lili menautkan alis. Apakah pekerjaannya susah? Haidar seperti sedang tertimpa masalah.  Kasihan. Pasti bekerja di bidang yang tidak di sukai akan tersiksa.

Tak lama Haidar muncul dengan penampilan lebih segar. Hanya memakai celana tidur panjang.

"Kerjaannya susah? Ada masalah?" tanya Lili dengan terus memandang Haidar.

Haidar pun duduk di samping Lili. "Lumayan, hari ini di kantor yang banyak kerja kaki tangan kepercayaan papah, gue cuma belajar sama ketemu satu klien." jawabnya dengan kepala rebahan dan mata terpejam.

"Terus kenapa kayak ada masalah?" Lili mengusap pipi Haidar yang lembab dan sebagian basah, belum dilap handuk sepertinya.

"Pegel aja duduk mulu," Haidar membuka matanya dan menatap Lili.

"Mau pijit?" tanya Lili perhatian.

"Lo mau pijitin?" Haidar membuka matanya full.

"Engga, panggil tukang pijit." jawab Lili dengan polosnya.

Haidar berdecak.

"Kenapa? Lo mau gue yang pijitin? Ga bisa! Ntar salah," tolak Lili yang padahal dia malas saja, ingin rebahan saja.

"Lo pernah tuh pijitin tangan gue, rasanya enak."

"Itu asal, bahaya." Lili mengusap kepala Haidar sekilas. "Jangan ya, gue nonton lagi," pamitnya lalu rebahan di sofa dengan membiarkan kaki di pangkuan Haidar.

Haidar tersenyum samar. Dia tahu, Lili hanya sedang malas-malasan. Tak apa, Haidar pun tidak akan memaksa.

"Ngomong-ngomong siapa yang beli mie instan?" tanya Haidar lembut namun di telinga Lili terdengar horror.

Haidar pasti marah. Lili lupa menyembunyikannya. Lili sungguh mau mie itu, mungkin ngidam?

"Mie apa? Ga ada," elak Lili seraya menarik kedua kakinya yang tengah di usap-usap Haidar.

"Lo tahukan bahayanya?! Kenapa keras kepala!" kesal Haidar.

Mulai lagi.

Lili cemberut. "Gue mau, ngidam mungkin," lirihnya.

"Ngidam lo keren, bahaya banget," sarkas Haidar. "Lo lupa apa kata dokter?" omelnya lagi.

"Yaudah si! Belum di masak juga," sebal Lili dengan wajah ditekuk.

"Gue sayang sama kalian, jadi tolong! Semau apapun, kalo bahaya jangan!" tegasnya.

Lili menunduk. "Iya," lirihnya.

"Sini!"

Lili mendongak tak mengerti.

"Sini," Haidar menepuk sampingnya yang kosong. "Saat pulang bahkan gue lupa ga cium istri gue," lanjutnya.

Lili bergerak pelan, mengendus sebal namun berdebar.

Lili memejamkan matanya saat bibir Haidar mulai menyapu lembut bibirnya. Menekannya lalu mencecap, mengulum.

Lili memeluk Haidar, Haidar membingkai wajah Lili dengan terus memperdalam ciumannya.

Manis. Rasanya selalu manis dan mendebarkan

***

Lili tak sengaja melirik ponsel Haidar yang menyala di antara suasana lampu kamarnya yang remang-remang.

Hate And Love (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang