7. Tali Bra Dan Ngebut

47.4K 2.3K 29
                                    

Haidar mengamati sekeliling. Kamar Lili sudah bersih, sudah layak di pakai lagi. Di luar pun sudah banyak beberapa orang yang di pekerjakan oleh Roger untuk membereskan kekacauan.

"Di luar banyak orang, gue cabut." pamit Haidar seraya meraih tas gandong, kunci dan ponselnya.

"Tapi mama, papa, belum pulang!" seru Lili sebal, dia gengsi sebenarnya jika meminta Haidar untuk menemaninya sampai Roger dan Sanum pulang.

"Ada polisi juga yang jaga di sini, ga usah manja sama gue!" sewotnya.

"Gue ga manja!" teriak Lili tak terima plus kesal. "Cuma lo yang gue kenal, itu aja!" sewotnya.

Haidar menghela nafas berat, dia lirik sekilas jam yang melingkar di lengannya. Haidar pun melepas tas gandongnya, menyimpan kunci dan ponselnya di tempat semula.

"Gue janji ga akan ganggu lo lagi. Jadi tolong, sebelum mama sama papa datang, lo di sini." ujar Lili dengan masih terdengar gengsi, bahkan tidak berani menatap lawan bicaranya. Dia pura-pura sibuk merapihkan kasur yang padahal sudah rapih.

"Kalau ingkar?" Haidar duduk dengan santai.

Lili menghela nafas jengah. "Apa? Lo mau manfaatin gue dengan jadiin babu lo gitu?!" sewotnya dengan melirik galak Haidar.

"Setuju."

"Apanya yang setuju! Ga ya!" seru Lili kesal.

Haidar pura-pura tuli, dia mulai menyalakan ponsel. Sibuk dengan isinya, mengabaikan dumelan atau celotehan Lili.

***

"Astaga! Tangannya kenapa, nak?" Sanum meraih lengan Haidar. Mengusap perban itu dengan khawatir khas seorang ibu.

Haidar yang merasa canggung dan risih sontak menarik tangannya perlahan. Dia tidak biasa di perhatikan begitu.

"Ke gores aja, tan." jawab Haidar dengan senyum tipis.

"Ceroboh! Bodoh!"

Haidar menoleh, Sanum pun sama.

"Lili!" tegur Sanum dengan wajah di tekuk marah. Tidak biasanya Lili tidak sopan begitu.

Lili menghela nafas mengalah. Andai saja mamanya itu tahu kalau yang dia ucapkan tadi adalah ucapan yang sering Haidar lemparkan padanya.

"Maaf," sebal Lili.

"Kenapa tidak menginap saja, Nak? Apa tidak lelah? Di jalan mungkin masih sepi," Sanum mengusap lengan Haidar sekilas dengan senyum hangat khas seorang ibu.

Padahal keadaan sedang kacau. Rumah Sanum baru kemalingan. Tapi kenapa Sanum masih bisa sehangat itu. Heran Haidar.

"Jam segini udah ramai kok, tan." Haidar melirik jam tangannya yang menunjukan pukul 3 pagi itu.

Roger yang selesai memerintah orang untuk membereskan rumah pun kembali menghampiri Sanum, Lili dan Haidar.

"Kenapa? Mau pulang?" tanya Roger.

Sanum mengangguk, Haidar mangut samar sedangkan Lili hanya diam dengan sesekali menguap.

"Kalau gitu, saya pamit ya, om, tante,"

"Naik apa?" tanya Roger.

"Motor, om."

"Tidak, bahaya." Roger mengeluarkan kunci mobil yang sering dia pakai ke kantor. Besok dia tidak bekerja, jadi tidak masalah di pakai Haidar.

Hate And Love (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang