15. Malam Kedua.

50.1K 2.2K 47
                                    

"AARGGGHHHH!" jerit Lili di dalam kamar pengantin itu. Dia masih merasa tidak percaya secepat ini bisa jadi seorang istri. Dan dia istri dari Haidar? "AAARRGGG!" Lili kembali menjerit, meluapkan kegelisahan hatinya.

Haidar menutup pintu dengan alis menyatu. Jeritan Lili jelas menyapanya. Tidak mungkin ada kecoa apalagi tikus di hotel bintang lima.

"Berisik!" tegur Haidar seraya melirik sekitar Lili. Tidak ada satu binatang pun.

"AARGH!"

Haidar berdecak. "Apa sih?" kesalnya seraya melepas jas pengantin itu.

Lili yang berdiri pun kini berjongkok, dia menangis bagai bocah di lipatan tangannya. "Gue beneran nikah, sama lo lagi! Ga hanya gue, semua temen kita bahkan ga percaya kita nikah," racaunya lalu menarik ingus.

Haidar mendatarkan wajahnya. Dia pikir ada apa. Kenapa Lili lebay sih. Haidar pun memilih membedah koper, meraih semua keperluannya lalu masuk ke kamar mandi tanpa menenangkan Lili sama sekali.

Secuek itu. Entah mungkin karena lelah seharian menerima tamu yang bejibun mengingat orang tua Lili dan orang tuanya bukan orang biasa.

Keduanya pembisnis.

Haidar menghela nafas. Dia harus benar-benar mencari kerja mengingat semua fasilitas di tarik Hengki.

Tabungan memang cukup besar, tapi tetap saja tidak boleh mengandalkan dari sana saja. Selain kerja sampingan, dia harus mencari kerjaan tetap.

Setelah selesai mandi Haidar keluar, melirik Lili yang tengah makan dengan lahap dan pakaian masih gaun pengantin yang terlihat ribet itu.

"Ini mantep!" Lili kembali menjejalkan makanan ke mulutnya.

Haidar tidak merespon, dia sibuk menyimpan pakaiannya dengan rapih. Seletahnya baru dia menghampiri meja yang dipenuhi makanan.

"Ah kenyang," Lili mengusap perutnya yang kini membuncit, terlihat jelas mungkin karena memakai gaun ketat.

Haidar tidak merespon, dia sibuk dengan makannnya.

Lili melirik Haidar yang sudah terlihat segar, rambutnya masih agak basah. Hanya sesekali digosok handuk.

"Gue serius nikah nih?" Lili kembali sedih.

Haidar hanya menoleh sekilas. "Menurut lo, lebih baik lo mandi, semua udah terjadi, ga usah di bahas lagi," perintahnya.

***

Malam pertama? Sudah, saat dulu. Saat kecelakaan itu terjadi.

Lalu semalam? Tidak, tidak ada yang terjadi. Keduanya tepar kelelahan. Tidak ada yang terbangun tengah malam sama sekali, hingga pagi menjemput barulah mereka bangun satu persatu.

Keduanya terlihat acuh. Lebih tepatnya terlihat lelah. Tubuh Lili lebih parah, pegal dan kakinya berdenyut sakit bekas berdiri lama.

"Haidar, kaki gue nyut-nyutan!" keluhnya setelah berguling-guling di atas kasur yang masih ada beberapa kelopak bunga itu.

Jelas semalam kelopak tak berdosa itu Haidar hempas tak berharga. Saking lelah yang ada hanya ingin istirahat.

Haidar meregangkan otot tanpa menoleh pada Lili. "Terus?" tanyanya acuh.

"Pijitin, katanya lo mau turutin apapun,"

Haidar menghela nafas malas lalu berbalik dan mendekati Lili, menarik kaki Lili seenak jidat sampai Lili kaget.

"Ck! Biasa aja kali!" sewot Lili lalu meringis saat Haidar mulai memijatnya. Enak namun sakit.  "Nah itu, bener yang itu nah enak," racau Lili.

Hate And Love (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang