Q8 : Di Antara Dua Tawaran

6K 452 15
                                    

Aku perempuan yang tak seistimewa bidadari, cita-citaku hanya menjalani hidup dengan baik, bukan untuk dikejar banyak lelaki

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku perempuan yang tak seistimewa bidadari, cita-citaku hanya menjalani hidup dengan baik, bukan untuk dikejar banyak lelaki.

Agiska Humaira

____________________

Tulang punggung dan pinggang Giska terasa seperti diremukkan paksa. Dirinya mendarat di kursi teras dengan sembarang. Habis sudah energinya. Giska membiarkan wajah lelahnya tersorot sinar matahari yang semakin beranjak naik. Terpejam. Tak ia gubris dering alarm yang memaksa ia segera pergi bekerja, juga dering panggilan dari Chelsea yang pasti khawatir. Ingin sekali ia rehat sehari lagi, namun mengingat pekerjaannya pasti akan menumpuk dan ocehan Pak Hilal semakin panjang membuat ia lebih urung beristirahat.

Dalam pejamannya yang menghangat terguyur surya, ada bayangan Arsyad tadi malam bercerita banyak hal padanya. Arsyad yang lucu, membuat Giska tak lekas mengantuk karena segudang pertanyaan yang lebih mirip mengasah IQ.

"Kak Iska ... kata Tante Dokter, Acad sakit darah, darah Acad banyak putihnya, emangnya darah Acad kayak warna bendera ya? Tapi kok kalau Acad disuntik, yang keluarnya warna merah? Dimana warna putihnya?"

Suapan Giska untuk Arsyad terambang di udara. Anak kecil itu sampai menarik tangan Giska agar sepotong roti bisa ia kunyah. Otak Giska bekerja keras. Payah! Tidak ada dalam kamusnya mengetahui penyakit leukimia sebanyak itu. Dirinya saat Aliyah masuk jurusan bahasa.

"E ... em ... kan ... darah putihnya udah diambil sama Tante Dokter? Jadi sekarang kalau Acad periksa, udah gak ada lagi, tinggal darah merah, artinya Acad udah sehat," jawab Giska seada-ada.

Arsyad menautkan alisnya. "Tante Dokter 2 yang ambil darah putih Acad?"

Entah siapa Tante Dokter 1 atau 2 yang sering Arsyad sebut, mana dokter bedah mana dokter anak, Giska hanya mengangguk dengan senyum kaku. "Acad sekarang tinggal tunggu dicek lagi sama Tante Dokter, kalau kata mereka udah bagus semuanya, Acad bisa pulang."

"Acad pulang? Kemana?"

Lagi-lagi Giska terdiam. Pertanyaan itu tak terjawab sampai Arsyad lupa dan ketiduran lagi.

Ada sesuatu dingin di kening Giska membuatnya terbelalak seketika. Wajah pria berjambang tipis yang pertama kali nampak, hanya berjarak sepuluh senti dari wajahnya. Giska memundurkan kepala serentak. Tangannya menjatuhkan air mineral dingin sekali kibasan.

"Mau apa Mas Ali?"

Ali terkekeh-kekeh kemudian duduk santai di samping Giska. Tak peduli pada Giska yang menahan emosi dengan nafas berburu. "Saya cariin dari malam, kamu gak pulang?"

"Gak."

"Nginep di kantor?"

"Di rumah sak—" Giska tak boleh kelepasan kalau ia tak mau Ali semakin memperpanjang urusan. "Saya mau langsung berangkat kerja, Mas. Maaf gak bisa lama."

QUADRANT : Menjadi Seperempat Bagian TakdirkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang