Q55 : Menjemput Luka

4.9K 349 139
                                    

Bismillahilladzii laa yadhurru ma'asmihii syaiun fil ardhi walaa fissamaai wahuwassamii'ul 'aliim

UPDATE DIPERCEPAAAAAAT!!

SENGAJA, KARENA KALAU MALAM TAKUTNYA KELEN GAK BISA TIDUR :')

BERSIAP BUAT PAMIT!

SIAPIN TISU YANG BANYAK :')

SIAPIN TISU YANG BANYAK :')

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

FINAL EPISODE

Sebenarnya kamu adalah Ismail yang harus aku relakan, sebab kamu tak bisa aku jadikan hak milik. Aku kembalikan dirimu, menjemput takdir yang sejati.

Anggara Ghazi Al-Ahkam

____________________

"Saya harus lakukan ini?" tanya Ghazi pada pria berseragam hitam di sampingnya.

Ramos mengangguk. "Sudah hampir sampai, Ndan. Kesempatan tidak datang dua kali."

"Tapi kenapa terlalu berat? Apa saya akan diampuni?"

Sebentar Ramos menunduk. "Saya ... tidak terlalu paham, tapi yang saya tau, selagi ada kesempatan, Komandan bisa perbaiki apa yang hari ini berantakan."

"Jangan panggil saya Komandan terus-terusan. Saya bukan Komandan lagi. Panggil saya seperti yang lain panggil."

"Ipda Ghazi akan tetap jadi Komandan untuk saya," kukuh Ramos. "Terlalu banyak kebaikan Komandan untuk saya, hutang budi saya banyak, saya akan tetap hormati Komandan apapun statusnya."

"Sudah sampai."

Ghazi bergeming sesaat. Nafasnya terhembus sangat berat. Sesuatu mengganjal sangat mengganggu pikiran dan perasaannya.

"Semoga dengan ini ada kabar baik esok hari," lirihnya lantas turun dari mobil Korps. Di kanan kirinya pasukan mengiring. Siapapun pasti sangsi melihatnya. Meski tangan tak terborgol, tetap saja ia tak leluasa.

Matanya berpendar pada tempat luas nan indah ini. Bangunan istimewa yang menjadi tempat favoritnya bersama Giska. Masjid. Dimanapun itu, selalu menjadi tempat singgah paling betah. Ghazi teringat Masjid Al-Ikram, tempat saat Giska menerima lamarannya. Di suasana indah ini, harusnya ia habiskan waktu berdua bersama Giska, menceritakan banyak hal, merancang impian bersama. Namun langkah kakinya kali ini bermaksud untuk tujuan yang sama sekali tak ia inginkan.

Bumi Pasundan ... katanya tercipta saat Tuhan tersenyum. Dengan keputusan yang akan ia sampaikan, apakah daerah ini akan menorehkan luka dan membuat Tuhan murka? Ghazi betul-betul di hadapkan pada pilihan yang sulit.

"Mumpung saya di masjid, boleh saya sholat dulu?" pintanya pada yang mengawal.

"Silahkan."

Segera Ghazi masuki bagian dalam bangunan indah itu. Gelenyar istimewa saat dirinya menemukan arti tenang setiap kali menjajak lantai dingin masjid. Biasanya ia bersujud di lantai penjara. Sama-sama dingin, bedanya di penjara hampa begitu terasa.

QUADRANT : Menjadi Seperempat Bagian TakdirkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang