Q21 : Mengudara Sampai Arasy

6K 457 12
                                    

Episode ini perlu dinyalakan data karena banyak mulmed.

HARAP BACA SAMPAI AKHIR YA, KARENA ADA SEDIKIT EDUKASI, SEMOGA BERMANFAAT :)

Siap-siap sediakan tisu di episode ini :)

Yuk tarik nafas dulu.

Selamat membaca, PASUKAN KACANG !!

Bergetarlah Arasy, gemuruh penduduk langit mengaminkan manakala ikrar terucap, berarti janji atas nama Pencipta Cinta telah mengikat dua insan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bergetarlah Arasy, gemuruh penduduk langit mengaminkan manakala ikrar terucap, berarti janji atas nama Pencipta Cinta telah mengikat dua insan.

____________________

Dalam ruangan di samping masjid, tersembunyi mutiara hidup. Bersinar cahaya dari bola matanya. Dia telah berhasil didapatkan, dalam perjuangan habis-habisan seorang penyelam gagah yang mencapai titik terdalam demi meraih keterjagaannya.

Harum semerbak memenuhi ruangan, asalnya dari juntaian pakaian pengantin putih bersih, bak melati tergerai. Kilau-kilau manik menghiasi pinggiran kerudungnya. Seorang wanita senja berpakaian cokelat muda memakaikan dirinya mahkota. Sederhana, tak terlalu tinggi seperti pageant. Tak juga dipenuhi banyak permata. Namun, ketika disatukan dengan veil bordir berhias serbuk kilau, terasa sangat berkelas.

"Dimanapun dia ditempatkan, yang namanya berlian tetap berlian. Mungkin di sekitarnya banyak yang berkilau, tapi yang punya nilai lebih unggul, tetap berlian," tutur wanita senja itu menepuk-nepuk punggung tangan berhenna putih. "Umma baru tau loh, nama Agiska itu artinya bulan yang bersinar."

"Ehm, itu alasan almarhum Ayah sering sebut Giska Nona Bulan." Sudut bibir Giska tertarik menular pada Shafira.

"Ada doa Ayah kamu di nama Agiska Humaira, kamu itu bersinar. Mau kamu tempatnya di lumpur atau di kubangan, kamu tetap Agiska yang punya nilai istimewa. Mungkin kamu gak sadar, tapi orang lain bisa merasakan."

"Dokter—"

"Umma," sangkal Shafira. "Mulai biasakan diri kamu, jangan terus panggil, Dokter ... Dokter ... nanti Umma langsung ganti kostum," ujarnya dengan kekehan yang menular.

"Bisa ya?'

"Butuh waktu, Dok— Umma."

Bibir Shafira terlengkung ke bawah. "Jangan lama-lama waktunya, kalah sama Acad yang satu jam langsung bisa panggil Umma dan Ayah."

"Karena Giska gak setajam Acad dalam berpikir."

"Hush ...." Shafira menggeleng disertai kerutan dahi. "Setiap orang itu punya kelebihannya masing-masing, jangan dibanding-bandingi."

"Dok— Umma, Giska boleh tanya?"

"Siapa yang mau ngelarang kamu buat tanya?" Shafira menanggapinya dengan tawa.

QUADRANT : Menjadi Seperempat Bagian TakdirkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang