Tak akan semudah itu melepaskan orang yang sudah menghuni hati dan menjadi isi dalam doa. Meski raganya tak ada, tapi bayang-bayangnya akan tetap terbawa.
____________________
Bayangan hitam seorang pria semakin mendekati rumah bercat cokelat muda. Dari sederet rumah lainnya, rumah itu satu-satunya yang gelap gulita. Tas besar dan perlengkapan lain ia simpan di pinggir pintu sementara membuka kunci. Kondisi dalam rumah masih sama seperti terakhir ia tinggalkan sebelum pembegalan. Hanya terasa berdebu. Barak Bujang, Komandan Pasukan memberikan nama itu untuk komplek asrama yang isinya pasukan Pelopor lajang. Tinggal beberapa yang seumurnya masih bertahan, lainnya diisi adik letting. Ghazi salah satu yang disebut sesepuh. Kanan kiri rumahnya adalah adik asuh.
Pria itu menyalakan seluruh lampu, masih sempat juga menyapu ruang tamu dan teras sebelum akhirnya duduk tergeletak di sofa. Terhitung 100 hari menjalankan tugas di lepas pantai membuatnya sudah seperti ikan asin. Belum ada niatan untuk mandi, masih ingin mencari angin yang melewati ventilasi. Ponselnya yang baru diberi umpan sinyal, akhirnya hidup kembali setelah mati suri. Getarnya banyak, entah dari siapa, dia tak ingin membuka dulu. Akan ngadat selama sistem masih memproses. Ia lirik, notifikasi sudah berhenti. Cukup, waktunya ia berselancar.
Pertama kali yang muncul di entry pesan WhatsApp adalah Ummanya, disusul Ayahnya, kemudian pesan lain dari teman-temannya di grup. Jangan tanya Agiska. Jelas Ghazi bukan prioritasnya. Meski begitu, yang pertama Ghazi buka adalah riwayat pesan untuk Giska. Foto profil Giska sudah ganti menjadi gambar tangan di bawah tempias hujan. Ghazi kembali membaca pesan terakhir saat Giska diundang makan malam yang seluruhnya tak dibalas.
Senyumnya tipis terulas, perjuangan mendapat nomor Agiska saja susah minta ampun, apalagi mendapatkan hati yang punya nomor. Disimpan balik saja sudah sangat bersyukur. Tak tahu selama 100 hari dirinya menghilang pun apakah Giska memikirkan jawaban atau tidak? Padahal selama di tempat tugas, waktu rehat Ghazi adalah memikirkan nasib lamarannya yang abu-abu menuju gelap tak nampak terang hilal.
Ghazi beralih membuka pesan dari Ummanya, paling terakhir wanita itu mengirim foto Arsyad sedang makan cokelat. Ghazi tertawa kecil, tidak akan lupa dia punya adik baru.
KAMU SEDANG MEMBACA
QUADRANT : Menjadi Seperempat Bagian Takdirku
SpiritualBagaimana jika ternyata tukang kacang tiba-tiba mengungkap kasus muncikari? Hidup Agiska Humaira sudah penuh tekanan karena sosok Ibu yang tak bisa ia jadikan surga. Ditambah pula kejadian penangkapan yang sekaligus membuatnya mengetahui fakta bahwa...