Cara paling khusyuk melembutkan hati manusia adalah dengan menyelipkannya di antara ribuan pinta pada Pemilik aslinya.
____________________
Sejenak Giska terhenyak mendengar lantunan adzan. Bergaung merdu menghentikan langkahnya menuju tempat sholat. Bibirnya menggumam jawaban setiap seruan. Laa haula wa laa quwwata illaa billaah. Teriring pasrah tidak ada daya sekadar mengedipkan mata jika tanpa izin Allah.
Seluruh bawaannya ia taruh di sisi luar pintu. Memohon penjagaan pada Allah agar tak ada tangan usil yang mengambil belanjaan berisi amanah itu. Lantai area sholat terasa sangat sejuk, bagai surga dan neraka jika dibanding terik di luar. Sebetulnya, Giska sedikit sangsi dengan pertanyaan di benaknya terkait pemilik suara merdu yang mengumandangkan adzan. Suara dengan jenis berat dan dalam seperti itu tidak hanya satu di dunia.
"Bukan orang komplek sini ya, Neng? Orang jauh?" tanya seorang Ibu tua yang tiba-tiba di sebelah Giska.
Giska menunjuk diri sendiri. "Saya, Bu?"
"Iya ... siapa lagi jamaah perempuan disini?"
"Eh ...." Senyum Giska kaku. "Iya, Bu. Keliatan kayak musafir ya?"
Si Ibu tertawa pelan. "Nggak ... saya baru liat aja, kan biasanya setiap sholat, shaf perempuan ya isinya cuma saya. Orang komplek terlalu pasif. Giliran arisan baru pada keluar."
"Mungkin kalau Dzuhur pada sholat di tempat kerja, Bu."
"Boro-boro Dzuhur, lima waktu sholat gak ada yang datang! Beda sama laki-laki, rame, bisa ngobrol dulu selesai sholat. Kadang-kadang Pak Kapolda juga sering ajak ngopi."
Entah harus merespon seperti apa, Giska hanya tertawa datar. Lagipun ia bukan DKM atau remaja masjid ini yang kuasa menyampaikan aspirasi jamaah. Tangannya kembali menekan counter dzikir, menyebut banyak-banyak pujian pada Allah sampai iqomah dengan suara yang sama membangkitkannya berserah pada Pemilik Hidup.
*****
BRUK.
Pegangan Giska pada keresek di dua tangannya mengerat. Bobotnya bukan bertambah berat, tapi hampa. Isinya jatuh. Beberapa jeruk bahkan menggelinding jauh. Semakin miris dirinya. Sudah hari semakin terik, ia tak bawa apapun lagi untuk menggantikan kantung yang jebol. Dengan misuh-misuh ia berjongkok memungut buah-buahan yang tergeletak.
"Kamu ini ngerti zero waste gak?" Sebuah tangan mengangsurkan jeruk yang tergelinding. "Bawa kantung belanjaan sendiri! Jangan ngandelin plastik!" katanya membuat Giska jengkel. Seketika Giska juga sadar, suara ini adalah suara yang mengumandangkan adzan dan iqomah.
"Makasih!" Giska menerima jeruk itu, membawanya bergabung pada tangan kiri yang memeluk semangka dan melon.
Senyum kecil pria itu tercetak sebelum memilih kembali lagi ke masjid.
KAMU SEDANG MEMBACA
QUADRANT : Menjadi Seperempat Bagian Takdirku
SpiritualBagaimana jika ternyata tukang kacang tiba-tiba mengungkap kasus muncikari? Hidup Agiska Humaira sudah penuh tekanan karena sosok Ibu yang tak bisa ia jadikan surga. Ditambah pula kejadian penangkapan yang sekaligus membuatnya mengetahui fakta bahwa...