Seperti mutiara di laut terdalam. Untuk mendapatkan yang terbaik, jalannya memang sulit. Dia terjaga, terpelihara, tak mudah tersentuh dengan perjuangan yang basa-basi.
____________________
Terjebak dalam hati Agiska hanya berawal dari suara. Sampai detik ini Ghazi masih suka bertanya, dari sekian banyak pendengar Mengudara apakah pendengar yang sampai nekat melamar penyiarnya, cuma Ghazi seorang? Namun tumbuhnya perasaan itu tidak dapat dicegah, kepada siapa takdir-Nya membawa. Awalnya pun Ghazi tak pernah punya bayangan lebih akan sejauh ini dengan Giska. Jika tidak diberi kesempatan bertemu berarti perasaannya adalah semu. Jika bertemu, berarti tanda untuk ia melangkah maju. Yang ia yakini, tidak ada satu kejadian pun yang terlaksana selain atas izin Allah.
"Dia, perempuan yang saya pilih untuk jadi istri," lanjut Ghazi disertai tatapan penuh yakin untuk gadis di hadapannya. "Ayah, Ghazi yakin menemukan semua yang Ghazi cari di diri Giska. Makanya gak perlu waktu lama buat Ghazi minta dia jadi istri. Gak ada keraguan sama sekali."
"Di sini, sekali lagi. Kalau waktu itu saya lamar kamu secara gak sopan di pinggir jalan, sekarang saya mau memperbaiki, saya mau menjaga kehormatan kamu .... Agiska Humaira, saya Anggara Ghazi Al-Ahkam, saya mau minta izin buat jadi imam hidup kamu. Saya mau kamu jadi Bhayangkari saya. Mendukung setiap tugas saya."
Tak bisa dipungkiri detakan jantung Ghazi iramanya sangat banyak per detik. Masih sulit mengalihkan pandangnya dari gadis yang hanya diam tertunduk. Ghazi yakin, Giska juga menyimpan detakan yang sama.
"Boleh saya—"
"Dokter Shafira." Giska angkat suara. Matanya memerah, ada kilau bukan bahagia, namun cadangan air mata. "Maaf saya gak bisa di sini sampai akhir, saya dapat firasat gak enak. Saya takut Arsyad kenapa-kenapa. Pak Yusuf, semuanya, saya izin. Mohon maaf, Assalamualaikum." Terlampau cepat pergerakan Giska. Setengah berlari dirinya pergi, tanpa sempat Ghazi hentikan lagi.
"Ghazi," suara Yusuf membuat Ghazi sadar dari termangu, "prajurit itu tidak diam di tempat, kalau gak ada keraguan kenapa kamu diam?" ujarnya seketika menumbuhkan kobaran dalam dada Ghazi.
Langit-langit kamarnya memburam, bukan ia mengantuk, tapi ada getir yang tersimpan di matanya. Selama ini suara Giska yang ia dengar selalu optimis, namun kali ini yang Ghazi dengar adalah kekecewaan bertubi-tubi. Hanya untuk Ghazi.
"Pst! Bujang!" Perempuan memakai mukena putih menyembul di pintu dengan senter ponsel mengarah ke wajahnya. Orang itu memang sering aneh-aneh. Dirinya masuk dan menyalakan lampu utama. "Gelap amat sih orang yang lagi patah hati?"
"Siapa patah hati?"
Gia menyerbu kasur Ghazi dengan tidak elegan sampai sprei terangkat sebagian. "Patah hati ya lu? Lagian lu sih maksa-maksa."
"Lu gak tau jalan cerita panjangnya."
"Kok gue ngerasa lu sama Agiska jadi kayak India-Indian ya? Main kejar-kejaran. Lagi musim ya yang kayak gitu? Males banget kalau gue!"
KAMU SEDANG MEMBACA
QUADRANT : Menjadi Seperempat Bagian Takdirku
SpiritualBagaimana jika ternyata tukang kacang tiba-tiba mengungkap kasus muncikari? Hidup Agiska Humaira sudah penuh tekanan karena sosok Ibu yang tak bisa ia jadikan surga. Ditambah pula kejadian penangkapan yang sekaligus membuatnya mengetahui fakta bahwa...