Q18 : Sidang Bapak Ibu

6.2K 481 14
                                    

Hadir mereka hanya pelengkap sebagian kisah yang hilang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hadir mereka hanya pelengkap sebagian kisah yang hilang. Untuk kembali utuh, takkan pernah mampu, sebab Ayah dan Ibu tidak bisa tergantikan.

Agiska Humaira

____________________

Kaki pria itu mengetuk-ngetuk pijakan yang berlapis paving block. Sebentar berhenti, sebentar bergerak lagi. Ia bersandar di tembok pagar, mengawasi setiap kendaraan yang berhenti tak jauh darinya, berharap seseorang keluar dari sana. Jarum jam pendek semakin bergerak naik sejalan dengan matahari yang kian terik. Sejauh ini belum terlihat si gadis pashmina yang ia tunggu. Beberapa yang turun dari angkutan adalah anak sekolah dasar, lainnya pengamen dan pedagang asongan.

Masih sabar ... dirinya mencoba mengambil pikiran baik. Mungkin Giska masih ada urusan di tempat kerjanya. Tapi ada rasa waspada juga, khawatir Giska melipir tak jadi datang. Gadis itu sering berubah pikiran.

"Nungguin siapa?"

Suara perempuan dari arah belakang mengejutkannya. Alis Ghazi menyatu, dirinya kembali melihat jalanan di depan masjid.

"Nungguin siapa, Abang?" Giska melepas masker dengan geraman.

"Loh, kamu kok dari dalam masjid?"

Bola mata Giska memutar. "Dhuha."

"Terus dari tadi saya nungguin kamu itu sebenernya kita lagi di tempat yang sama?"

Bahu Giska terangkat singkat. "Mana saya tau ada Abang."

Ghazi menahan diri untuk tidak kesal. Ia pancarkan senyum penuh lapang dada. Penerimaannya pada Giska harus sampai ke hal-hal kecil macam cuek, jutek, ketus, masa bodoh, dan sifat-sifat Giska lainnya yang kalau tak sabaran, akan terjadi Perang Padri era kini.

Giska kembali memakai maskernya, sedikit kerepotan karena ia membawa paper bag. Tangan kanan Ghazi terbuka. Satu alis Giska terangkat, dirinya mundur, tangannya disembunyikan ke belakang. Ghazi terkekeh.

"Ngapain kamu, Giska? Saya cuma nawarin buat bawa jinjingan kamu." Mata Giska melebar, Ghazi semakin tertawa. "Mau atau gak saya bawain? Gak mau yaudah."

"Gak usah- HIH!" Mudah bagi Ghazi mengambil bawaan Giska sekali sabetan. "Abang ini jambret atau apa?"

"Ayo jalan, Giska. Keburu tambah siang," ucap Ghazi santai. Ia yakin Giska masih menahan emosi.

Seperti biasa, dirinya jalan di depan, Giska di belakang. Kali ini Ghazi tak risau sebab status perempuan di belakang sudah naik tingkat menjadi calon istri. Senyumnya terpancar sangat lega, mengetahui kisah sebenar antara dirinya dan Giska akan dimulai sebentar lagi. Membangun rumah tangga madani.

"Ini pasti buat Acad?" tanya Ghazi seraya mengangkat paper bag berwarna putih cokelat.

"Hm, dia suka brownies."

QUADRANT : Menjadi Seperempat Bagian TakdirkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang