Jodoh itu tak bisa ditebak. Entah dia yang datang dari masa lalu atau masa depan. Entah orang baru atau orang yang sudah lama kenal. Jika Allah mau dia yang menjadi pelengkap iman, jadilah maka jadilah.
____________________
"Epistaksis tanpa benturan, nadinya 50/60, suhu normal, nafas kurang teratur sepertinya terhambat aliran darah di hidung, dia takut kesedak," tutur Ghazi pada dokter jaga. Cekatan ia mendudukkan Arsyad di bangsal IGD.
Arsyad mulai kepayahan, tangan kecilnya memegang kepala yang berdenyut, matanya remang-remang. Tak ada tangisan, tetap diam dengan mata yang mengerjap pelan-pelan. Ghazi melepaskan sapu tangan yang total berlumur warna merah pekat, digantikan wadah alumunium menciptakan denting seiring tetesan darah segar terjatuh dari hidung mungil Arsyad. Jarinya menekan kedua sisi hidung anak kecil itu.
"Adek— siapa namanya?" Ia menoleh pada Giska.
"Arsyad."
"Arsyad ... nanti ada dokter yang periksa, sebentar ... lagi, masih kuat?"
Arsyad mengangguk kecil dalam tunduk. Hidungnya terus mengeluarkan darah.
"Dia itu sebenernya siapa sih, Mai? Dokter, Brimob, apa tukang kacang?" bisik Chelsea. Dirinya tak henti terkesima sepanjang Ghazi memperlakukan Arsyad.
"Tanyalah sama orangnya, gue bukan Maknya," cetus Giska mengundang decakan.
"Lu gak ada kagum?"
Bola mata Giska memutar. "Gak ada waktu. Mikirin caranya biar Arsyad tetep sadar aja udah bikin gue kelimpungan!"
Seorang dokter wanita memakai khimar lebar biru dongker mendatangi mereka. Warna itu kontras dengan wajah bersinar, bersih, seperti selesai berwudhu. Walaupun tergurat tanda-tanda penuaan, tapi jiwa muda dan semangat tetap tercipta bersama dengan langkah sigapnya.
"Umma." Ghazi menyalami dokter itu.
Giska melebarkan mata. "Umma?"
"Umma itu apa Mai?"
"Ibu."
"Itu— Ibunya Ipda Ghazi? Heol ... pantes dia paham kedokteran." Mata Chelsea benar-benar sukar mengedip.
"Waduh ... Tante Dokter 1 ketemu lagi Acad tapi kok masih sakit? Hm?" ujar Shafira dengan raut yang mampu membuat Arsyad sedikit tertawa.
Masih sulit Giska pahami. Perlahan informasi itu mengumpul satu demi satu. Dia, Tante Dokter 1 yang sering Arsyad bangga-banggakan seperti Ibu Peri. Wanita yang kata Arsyad sangat sayang dengannya, sering memberikan hadiah susu cokelat kesukaan. Wanita itu juga adalah Ibu dari laki-laki yang memimpin penangkapan kasus Ibu Dinda. Juga laki-laki yang tiba-tiba datang di hidup Giska dan dengan gagah melamarnya. Giska mengurut kelopak mata. Sudah dipastikan Ghazi akan merasa menang dengan jalannya yang terbuka lebar. Entah benar atau tidak jika Giska berusaha tetap kukuh menghindar.
KAMU SEDANG MEMBACA
QUADRANT : Menjadi Seperempat Bagian Takdirku
SpiritualeBagaimana jika ternyata tukang kacang tiba-tiba mengungkap kasus muncikari? Hidup Agiska Humaira sudah penuh tekanan karena sosok Ibu yang tak bisa ia jadikan surga. Ditambah pula kejadian penangkapan yang sekaligus membuatnya mengetahui fakta bahwa...