Menemani suami sekaligus mendengarkan langsung kajian yang dibahas oleh Wafi di depan para jamaah adalah pengalaman pertama baginya. Pembahasan malam itu masih tidak jauh-jauh dari makna lebaran dan segala hal yang berhubungan dengan bulan Syawal.Tampak semua jamaah mendengar dan mengikuti seluruh penjelasan yang dipaparkan oleh suaminya. Namun, di pertengahan, samar dia mendengar kasak-kusuk di belakangnya. Meskipun terdengar samar, tetapi jelas beberapa perempuan di belakangnya tengah berbisik-bisik tentang dirinya.
"Jadi ini istri kedua Ustaz Wafi?" bisik seseorang tepat di belakangnya.
"Sstt, jangan keras-keras!" sambung yang lainnya.
"Cantik sih ya. Kalau menurutku lebih cantik istri keduanya," imbuh yang lain.
"Memang cantik sih, tapi itu tadi ...."
"Itu tadi apa?"
"Mantan wanita malam!" sambut yang lain.
"Heh! Jangan ngawur kalau bicara!"
"Aku nggak ngawur, ini fakta! Aku tahu dari kakaknya Ustaz sendiri. Kan aku kenal baik sama Hana kakaknya itu!"
Karenina mencoba menahan diri untuk tidak menoleh. Sekuat tenaga dia mencoba menulikan pendengarannya agar emosinya tetap stabil. Bibirnya terus mengucapkan kalimat istighfar.
"Jadi dia mantan pelacur sebelum sama Ustaz?"
"Aku nggak tahu, tapi tahulah seperti apa wanita malam itu!" timpal seseorang yang mengaku kenal dengan Farhana.
"Herannya kok Ustaz mau, terus kenapa juga Ustazah Mutia juga Ustazah Hadijah merestui ya?"
"Eh, tahu nggak? Bisa jadi perempuan malam kayak gitu pakai guna-guna! Guna-guna supaya bisa hidup enak dan terpandang!"
"Kasihani Ustaz Wafi ya."
"Nah menurutku nggak salah kalau Farhana tidak setuju dengan pernikahan mereka!"
"Aku rasa ini ada hubungannya dengan lamanya Ustazah Mutia yang tidak hamil-hamil itu."
"Eh iya, aku lupa kasi kabar kalau Ustazah Mutia sedang hamil muda!"
"Syukurlah! Alhamdulillah kalau istri pertama Ustaz hamil! Pasti keluarga besar mereka sangat gembira!"
Kasak kusuk itu terus berlanjut. Sementara telinga Karenina tak bisa berpura-pura untuk tidak mendengar. Hatinya begitu sakit karena ternyata kekhawatiran itu akhirnya terjadi. Jamaah suaminya bahkan tahu siapa diri nya dari Farhana. Kakak pertama Wafi itu sedemikian tidak suka padanya.
Karenina menarik napas dalam-dalam, dia sedang berpikir bagaimana cara agar keluarga terhormat Ustazah Hadijah itu tetap selalu terjaga tanpa ada dia di dalamnya. Meminta cerai? Apakah itu alasan terbaik untuk melindungi keluarga itu dari gunjingan serta fitnah? Apakah justru tidak semakin membuat keluarga besar itu malu? Sementara jika diteruskan, maka dia yakin gunjingan akan semakin besar dan akan mencoreng nama baik pesantren yang dikelola suaminya.
Tanpa terasa kajian selesai, diakhiri dengan doa dan salam, para jama'ah membubarkan diri untuk bersiap salat Isya. Bersamaan dengan itu, azan pun berkumandang.
Masih terngiang ucapan beberapa jamaah saat di dalam masjid tadi, dan hal yang sama kembali dia dengar saat Karenina berada di kamar mandi. Obrolan mereka yang sedang mengantri untuk wudu sama seperti yang dia dengar saat acara kajian tadi.
"Kok bisa ya Ustaz Wafi menikahi perempuan seperti itu?"
"Iya, biar bagaimanapun bibit itu perlu loh!"
"Dan anehnya, Ustazah Hadijah kok juga mengizinkan. Apa kira-kira yang ada di pikiran beliau ya?"
"Lagi bicarakan apa sih, Bu? Kok kelihatannya serius?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikahi Luka (Sudah Tersedia Terbit E-booknya)
General FictionDiusir dari rumah oleh ibu tiri saat papanya baru meninggal tepat empat puluh hari adalah awal dari derita Karenina. Kehidupan yang serba berkecukupan harus dia lepaskan begitu saja. Kehilangan limpahan kasih sayang sang papa dan harus keluar lepas...