Menikahi Luka 55

2K 172 9
                                    

Berjalan cepat menyusuri lorong rumah sakit, Karenina berulangkali menghapus air matanya. 

"Nina, jangan terburu-buru, ingat kamu hamil, Nin," tutur Mira mengingatkan.

"Mas Wafi, Ma. Mas Wafi."

"Iya, Mama tahu, tapi apa jadinya kalau kamu kesandung atau terjatuh?"

Karenina mengangguk. Dia tahu bahkan sangat sadar dengan kondisinya, tetapi keinginan untuk segera bertemu Wafi sanggup melupakan nasehat dokter untuknya.

Tak berapa lama, langkah mereka melambat. Ruangan Wafi sudah berada tepat di depan mereka. 

"Nina!" Sofia tiba-tiba muncul di pintu ruangan Wafi.

"Mbak Sofia." Karenina menghampiri dan langsung menghambur ke pelukan kakak iparnya.

"Mas Wafi?"

"Masuklah! Hari ini Mutia tidak enak badan dan kupaksa untuk istirahat di rumah. Karena kasihan Salma kalau harus lama-lama berjauhan dengan uminya," jelas Sofia saat Karenina dan Mira masuk.

Tanpa menoleh,  dia mengangguk, mengerti dengan penjelasan Sofia. Karenina mendekat lalu duduk tepat di sebelah brankar Wafi. Sementara Mira dan Sofia saling berjabat tangan dan mengenalkan diri masing-masing.

"Mas Wafi, bangun, Mas. Ini saya, Aisyah," bisiknya sembari mengusap tangan Wafi.

"Mas, maafkan saya. Saya baru tahu kalau Mas Wafi dapat musibah seperti ini," imbuhnya dengan air mata berderai. "Bangun, Mas, bangun." Karenina terisak, tubuhnya bergetar menahan gejolak perasaan.

Ada banyak rasa muncul dalam hatinya. Rasa sesal, rasa bersalah, dan rasa rindu. 

"Saya tidak mau berandai, Mas, tapi andai waktu itu Mas tidak mengantarkan saya, mungkin ini tidak terjadi. Andai saya tidak egois dengan meminta Mas ada di samping saya, mungkin saat ini Mas bisa beraktivitas seperti biasa. Saya salah, Mas. Maafkan saya." Lagi-lagi Karenina menyalahkan dirinya dengan wajah penuh duka.

Melihat sang suami terbaring lemas dengan mata terpejam dan tangan yang diinfus tentu tidak seorang pun istri yang rela. 

"Andai saja bisa kuputar waktu, Mas. Aku tidak akan memintamu untuk ikut. Aku tidak akan memintamu untuk tinggal. Maafkan aku," batinnya.

"Ini hari ke tiga, semoga dengan kedatangan Karenina bisa menjadi sebab bangunnya Wafi, Bu." Sofia menatap Mira yang sejak tadi terlihat ikut larut dalam kesedihan putrinya.

"Aamiin, Sofia. Semoga." Mira menarik napas dalam-dalam. 

Ada doa yang selalu dia langitkan untuk kebahagiaan Karenina. Ada harap yang besar darinya untuk sebuah 'senyum' yang sudah lama hilang dari wajah putrinya. 

Bagi Mira saat ini tidak ada kebahagiaan selain melihat Karenina tenang dan bisa menikmati hari-harinya sebagai seorang istri, meski mungkin tidak sempurna seperti istri-istri yang lain.

 Menjadi yang kedua tidaklah mudah, terlebih bagi putrinya yang selalu dihantam oleh kebencian dari Farhana. Mengingat nama itu, Mira menatap Sofia dan bertanya, "Maaf, Sofia, di mana Farhana?"

"Mbak Hana?"

"Iya, di mana dia? Suara Mira terdengar tegas. 

Anak kedua Ustazah Hadijah itu terlihat mengatur napasnya.

"Mungkin sekarang di rumah, Bu, atau mungkin juga di butiknya."

Mira mengangguk pelan. Mungkin bukan saatnya meluahkan kekesalan terhadap Farhana, tetapi dia ingin tahu apa yang melatarbelakangi kakak ipar Karenina hingga begitu membenci putrinya.

Menikahi Luka (Sudah Tersedia Terbit E-booknya)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang