Menurut dokter yang menangani Mutia, insiden yang terjadi memang cukup mengkhawatirkan bagi ibu hamil tua seperti istrinya. Akan tetapi, pihak dokter akan terus mengobservasi kemungkinan apa pun yang bisa saja timbul akibat jatuhnya Mutia.
"Untuk sementara pada kondisi Ibu Mutia masih tidak kami temukan hal-hal yang dikhawatirkan, Pak. Meski begitu, kami akan tetap memeriksa detail secara keseluruhan dan akan segera kami sampaikan kepada Anda. Tentu saja dengan kondisi kandungan Bu Mutia."
"Faktanya, jatuh dalam posisi apa pun selama kehamilan bisa menyebabkan pergerakan janin yang tidak seharusnya. Bila kondisi tersebut terjadi signifikan disertai munculnya flek, ibu hamil berisiko mengalami keguguran."
"Tapi setelah tadi kami periksa saksama, insyaallah baik Bu Mutia maupun anak dalam kandungannya, insyaallah baik-baik saja. Hanya mungkin ada shock yang menyebabkan tegang dan sakit. Tapi Bapak tidak perlu khawatir, insyaallah semuanya baik-baik saja," jelas dokter berkacamata itu ramah.
Berulangkali Wafi mengucap syukur meski tadi dia begitu panik melihat Mutia kesakitan.
"Baik, Dokter. Terima kasih untuk penjelasannya. Saya bisa lega sekarang."
"Sudah tugas kami, Pak, tapi untuk tiga hari ke depan ... biarkan istri Anda istirahat di rumah sakit dulu, Pak."
"Baik, Dokter."
Wafi terlihat bisa bernapas lega saat meninggalkan ruangan dokter. Farhana dan yang lainnya sudah menunggu dengan wajah cemas di luar ruangan.
"Wafi, gimana kondisi Mutia dan bayinya? Nggak apa-apa, 'kan? Nggak ada yang perlu dikhawatirkan, 'kan?" cecarnya.
"Alhamdulillah, nggak apa-apa, Mbak. Baik Mutia maupun bayi dalam kandungan semua baik. Insyaallah."
Hana, Sofia, dan Hadijah sontak bersama mengucap syukur.
"Lagipula ngapain Mutia ke rumah Nina? Syukur Mutia tidak mengalami hal buruk! Aku curiga ini semua karena Nina. Dia yang menginginkan hal yang tidak baik terjadi pada Mutia!"
"Mbak Hana! Tahan bicaranya! Cukup!" sentak Wafi dengan rahang mengeras. "Ini bukan tempat dan waktunya untuk berdebat dan mencari-cari kesalahan siapa pun!"
"Mbak boleh tidak suka dengan Aisyah! Tapi perbuatan Mbak sudah melampaui batas! Dan aku tidak akan tinggal diam jika aku tahu Mbak mencoba mengusiknya!"
Hadijah menatap Farhana yang memalingkan muka karena tersinggung oleh ucapan Wafi.
"Hana, sebaiknya kamu diam. Benar ucapan adikmu. Kamu tidak boleh seperti itu. Ketidaksukaanmu akan menjadi bumerang suatu saat nanti. Lagipula, kamu tidak punya alasan untuk membenci Karenina!"
Merasa dipojokkan, tanpa berkata apa pun dia mengayun langkah meninggalkan ruangan itu.
"Umi, kalau Umi mau menengok Mutia silakan, Mi. Hanya saja memang tidak boleh ramai-ramai masuk ke kamarn, karena Mutia butuh istirahat."
"Iya, Wafi. Umi masuk dulu." Hadijah menengok ke Sofia. "Umi masuk dulu ya, Sofia."
"Iya, Umi."
Membuang napas perlahan, Wafi duduk di bangku yang tersedia di tempat itu.
"Sebenarnya apa yang terjadi, Wafi? Sepertinya Mbak Sofia melewatkan banyak hal. Kamu bisa jelaskan?"
"Sebagiannya pasti Mbak sudah tahu."
Sofia mengangguk samar. Dia tidak pernah menyangka jika Farhana akan melakukan hal seperti itu.
"Lalu kenapa tadi Mutia ke rumah Nina? Dan kenapa bisa jatuh?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikahi Luka (Sudah Tersedia Terbit E-booknya)
General FictionDiusir dari rumah oleh ibu tiri saat papanya baru meninggal tepat empat puluh hari adalah awal dari derita Karenina. Kehidupan yang serba berkecukupan harus dia lepaskan begitu saja. Kehilangan limpahan kasih sayang sang papa dan harus keluar lepas...