Menikahi Luka 59

2.1K 148 17
                                    

"Kamu tanya aja sendiri, Wafi. Setelah perlakuan Mbak Hana pada Karenina, juga setelah tahu ternyata Mbak Hana menjadi bibit pecahnya rumah tangga orang lain ... aku rasa dia memang akan pantas mendapatkan musibah seperti ini."

Wafi mulai paham penyebab amarah Sofia. Dia lali menatap Farhana.

"Mbak Hana, aku menghormati Mbak sebagai kakak tertua. Sejak dulu, Mbak sering memberi aku nasihat yang baik dan selalu akan ingat, tapi sekarang, Mbak jauh berubah. Ada apa, Mbak?"

Farhana bergeming. Dari sudut matanya terlihat jelas Karenina tengah menatapnya dengan tatapan ramah.

"Mbak Hana, tolong, berhenti berburuk sangka dan menyebar kebencian, Mbak," imbuh Wafi. "Mbak nggak kasihan sama Umi?"

Kali ini mata Farhana terlihat berkaca-kaca. Bukan dia tidak kasihan kepada uminya, tetapi rasa sakit akibat kegagalan rumah tangga membuatnya begitu putus asa. Terlebih setelah tahu jika perempuan yang telah merebut suaminya itu adalah teman dekat Karenina.

"Mbak, kami semua sayang sama Mbak Hana. Ayolah, hilangkan semua hal yang justru akan menambah rumit." Wafi menatap kakaknya.

"Mbak udah hancur, Wafi. Seluruh hidup Mbak sepertinya sudah tidak ada artinya. Saat semua kepercayaan yang selama ini Mbak beri ternyata mendapat balasan yang jauh dari harapan. Mbak sakit, sakit, Wafi."

"Tapi itu bukan berarti Mbak harus terus berada pada tempat yang sama. Mantan suamibak sudah mendapatkan apa yang seharusnya dia dapat dan Mbak tidak harus berada pada dendam yang tidak seharusnya dilakukan sebagai seorang yang percaya kepada Allah."

Hana menarik napas dalam-dalam. Dia menatap Karenina yang sejak tadi menunduk dan berdiri di sebelah Wafi.

"Nina."

"Iya, Mbak Hana." Perlahan Karenina mengangkat wajahnya.

"Apa kamu membenciku?"

"Nggak, Mbak."

"Kamu yakin? Setelah apa yang aku lakukan padamu kamu tidak benci padaku?"

Karenina menggeleng pelan.

"Tidak ada alasan bagi saya untuk membenci Mbak Hana."

"Kenapa? Apa kamu tidak pernah kesal atau marah padaku?" 

"Saya manusia yang memiliki rasa kesal. Jujur saya kesal dengan apa yang pernah Mbak lakukan, tapi saya tahu bahwa Allah adalah sandaran atas segala hal yang terjadi, maka saya melakukan hal itu dan perasaan kesal juga yang semisal hilang dengan sendirinya," papar Karenina sembari tersenyum.

Sofia menatap dari tempatnya berdiri lalu mundur untuk duduk di sofa. 

"Apa yang kamu dapat dari sabar, Nin? Apa kamu mendapatkan bahagia?" Hana masih mencecarnya.

"Iya, Mbak. Saya bahagia."

"Apa itu artinya kamu bahagia menjadi istri kedua dari adikku? Apa kamu pernah memimpikan itu semua?"

Pertanyaan detail dari Hana membuat Wafi menarik napas dalam-dalam. Dia menggenggam tangan sang istri.

"Kamu nggak perlu menjawab kalau kamu nggak nyaman, Aisyah."

"Nggak apa-apa, Mas. Saya akan menjawab apa pun yang ditanyakan Mbak Hana."

"Mbak Hana, ukuran kebahagiaan seseorang dengan orang yang lain itu berbeda."

Hana terlihat menyimak penjelasan adik iparnya.

"Karena sejatinya kebahagiaan itu ketika hati kita bersih dari kedengkian dan kebencian. Kebahagiaan itu sudah jika dicari, tetapi mudah jika kita syukuri," imbuh Karenina dengan bibir melebar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 15, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Menikahi Luka (Sudah Tersedia Terbit E-booknya)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang