Kami tidak jadi melukis di luar ruangan. Maksudku, Injun Oppa yang tidak jadi melukis di luar ruangan seperti janji kami pada hari ini. Hujan yang tiba-tiba saja turun menjadi penyebab kami berdua akhirnya terkurung di dalam gedung milik Injun Oppa.
Meskipun di luar hujan, niat Injun Oppa untuk tetap melukis ternyata tetap dijalankan. Aku diajak naik ke lantai dua gedung miliknya, dan sudah duduk di salah sofa panjang dengan bahan kulit-yang empuk sekali-selama kurang lebih tiga jam. Aku menahan kuap beberapa kali karena, jujur saja, aku ini bukan orang yang sabar menunggu. Tapi demi Injun Oppa, apapun akan aku lakukan.
Dari sofa tempat aku duduk, aku bisa melihat Injun Oppa menekuri papan lukisnya dengan begitu serius. Kaus putih yang tadi dia gunakan sudah diganti dengan kaus lain yang berwarna hitam. Dia melakukan itu karena dia tidak mau kaus putih yang katanya adalah salah satu koleksi favoritnya itu terkena noda cat lukis. Waktu aku tanya kenapa dia menggunakan kaus putih favoritnya padahal dia pasti akan menggantinya saat melukis, jawaban dari Injun Oppa membuat jantungku berdegup kencang.Dia bilang, dia ingin menggunakan kaus favoritnya saat bertemu denganku. Karena aku adalah satu dari sedikit orang favoritnya.
Aku hampir melambung ke langit kalau saja si roh yang sedang mengalami krisis identitas, siapa lagi kalau bukan Akkinta, tidak tiba-tiba muncul dan membisikkan sederet kalimat yang berhasil membuat aku terjun bebas ke bumi.
Dia mengatakan itu untuk Kaoru. Bukan untukmu....
Aku yakin, begitu aku pulang dari sini nanti, Akkinta pasti akan mengejekku dan mengatai aku bodoh sesuka hatinya. Padahal belum lewat setengah jam saat Injun Oppa berkata soal dia yang lebih suka melihat aku,Kaoru maksudku, tanpa riasan, tapi lagi-lagi aku tidak bisa mengendalikan diri ketika Injun Oppa mengeluarkan kata-kata yang mampu membuat aku maupun gadis manapun blingsatan.
Sepertinya aku harus merekam kalimat Akkinta yang mengingatkan diriku kalau saat ini Injun Oppa melihatku sebagai Kaoru dan bukan sebagai Melody.
"Bagaimana menurutmu, Kaoru-chan? Bagus tidak lukisanku hari ini?"
Suara lembut Injun Oppa membuat aku mengembalikan fokusku dunia nyata. Aku melihat Injun Oppa ternyata sedang menatapku, menunggu balasan dari pertanyaan yang tadi dia lontarkan.
"Eh... euhmm... itu....." Aku tergagap. Aku tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan Injun Oppa. Aku bukan penggemar seni, terutama seni lukis. Aku tidak tahu mana lukisan yang bagus dan mana yang tidak.
Suara tawa renyah Injun Oppa terdengar kemudian.
"Sudah kuduga, kau tidak melakukan perintahku untuk belajar soal seni..." ucap Injun Oppa. Dia meletakkan peralatan melukisnya, melepaskan apron warna merah tua yang dia gunakan di depan kaus hitamnya lalu bangkit dan berjalan mendatangiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unmei no Akai Ito
FanfictionUnmei no Akai Ito, selanjutnya disebut sebagai Benang Merah Takdir, merupakan kepercayaan Jepang yang sebetulnya berasal dari Cina. Konon, di jari kelingking setiap orang ada benang merah yang tak kasat mata, yang akan terhubung dengan jodohnya. Han...