A Judgement

116 20 1
                                    

Aku pikir Akkinta akan menertawakan aku dan mengatai aku bodoh seperti biasa setelah mendengar perkataanku soal alasan kenapa Akkinta tidak bisa masuk ke dalam bangsal inap yang ada di rumah sakit Tokyo. Tapi ternyata, Akkinta justru menyuruhku untuk segera pulang ke flat supaya kami bisa berbicara lebih leluasa tanpa terganggu tatapan heran orang-orang yang lewat.


Jadi disinilah kami berdua sekarang. Di dalam flat sederhana milik Kaoru. Dan aku juga sudah berganti pakaian dengan pakaian yang lebih santai.


"Coba ceritakan padaku soal Injun Oppamu itu..." todong Akkinta.


"Harus aku ceritakan darimana dulu ?" tanyaku bingung.


"Semua.... Semua yang kau tahu dan kau ingat tentang Injun Oppamu itu. Kalau kalian berdua memang sangat dekat, berarti mungkin dia pernah bercerita padamu tentang aku...."


Aku membuang napas panjang. Pikiranku mulai menerawang. Mengingat-ingat semua kenangan yang aku punya tentang Injun Oppa.


"Injun Oppa datang ke Seoul ketika dia berumur lima belas tahun. Waktu itu kau sudah lahir belum sih ?" Aku menghentikan ceritaku sebentar lalu bertanya pada Akkinta.


"'Mana aku ingat....." Akkinta menyahut ketus.


Aku mendecakkan lidahku pelan, tapi kemudian melanjutkan ceritaku.


"Ayahku adalah anggota sebuah grup idola. Kemudian, setelah beberapa lama, dan karena beberapa kejadian, perusahaan tempat grup ayahku bernanung diambil alih oleh ayahku dan teman-teman satu grupnya. Sejak saat itu, aku sering dibawa ke perusahaan. Itu pertemuan pertamaku dengan Injun Oppa. Dari semua idola yang bekerja di perusahaan tersebut, aku paling dekat dengan grup Injun Oppa"


"Seingatku, terakhir kali aku bertemu dengan Injun Oppa adalah sebelum pernikahan kakak perempuanku. Dan itu sudah lama sekali. Sebelas ? Dua belas tahun ? Kira-kira sudah selama itu. Kalau kau tanya apa dia pernah cerita sesuatu tentang dirimu padaku, sepertinya tidak pernah. Aku masih sangat kecil saat itu. Kalaupun Injun Oppa bercerita, dia pasti akan bercerita pada Haechan Oppa atau pada Jaemin Oppa. Tapi kan, aku tidak mungkin mendatangi mereka berdua dengan kondisiku yang seperti ini" uraiku panjang lebar.


Setelah bercerita, aku mengawasi perubahan raut wajah Akkinta. Dahinya berkerut dalam. Memangnya, roh seperti Akkinta itu bisa berpikir juga ya ?


"Kau sama sekali tidak tahu alasan dia pergi dari Korea Selatan ?" tanya Akkinta setelah dia terdiam beberapa saat.


Aku menggelengkan kepala.


"Kau lupa ya ? Tujuan kedatanganku ke negara ini kan untuk mencari tahu alasan kenapa Injun Oppa meninggalkan semua yang dia miliki di Seoul ?" sahutku sengit.


Akkinta menganggukkan kepalanya.


"Iya juga ya.... Berarti sia-sia saja aku berharap bisa mendapatkan informasi yang berarti darimu...."


"Tsk.... Bukan begitu caranya menghargai satu-satunya orang yang bisa membantumu...."


Aku dan Akkinta saling melemparkan pandangan sinis. Anehnya, kali ini Akkinta yang lebih dulu mengalah. Apa itu karena dia menyadari bahwa memang hanya aku satu-satunya orang yang bisa menolong dia ?


"Tidak ada cara lain...." ucap Akkinta. Pandangan sinisnya berubah sedikit sendu dan putus asa.


"Kau harus mengorek sendiri informasi itu dari mulut Injun Oppa. Kalau memang dugaanmu benar, maka mungkin saja....."


Unmei no Akai ItoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang