To My First

88 19 7
                                    

"Kau mau bertemu dia lagi?"


Aku yang sedang sibuk berusaha mengatur poni rambutku berhenti sesaat lalu menolehkan kepalaku ke arah jendela. Kusen jendela kamarku itu sepertinya adalah tempat kesukaan Akkinta apabila entitas yang krisis identitas itu muncul di kamarku. Posisinya tidak berubah. Satu kaki terlipat ke atas sementara kakinya yang lain terjuntai ke bawah.


"Kau tidak punya pose lain selain posemu yang sekarang ya ?" Aku malah balik bertanya pada Akkinta. Tidak perduli dengan decakan sebal yang dia berikan padaku setelahnya. Aku sih sudah terbiasa menghadapi sikap ketus si Akkinta itu. Wajar, dia kan sedang mengalami krisis identitas. Dibilang malaikat bukan, dibilang arwah penasaran juga bukan.


"Kalau orang bertanya itu dijawab, bukannya malah balik bertanya...." sahut Akkinta.


"Ya sudah, kita jawab sama-sama.... Aku jawab pertanyaannu, kau jawab pertanyaanku...."


Si Akkinta terlihat mulai kesal sekarang. Aku tertawa geli di dalam hati. Sejak pertama bertemu, aku belum pernah melihat dia tertawa atau tersenyum sama sekali. Yang dia lakukan setiap kali kami bertemu cuma mengata-ngataiku.


"Apalagi rencana kalian hari ini? Melukis bersama? Melihat kucing di pet cafe ? Piknik di taman kota ? Atau apa?"


Aku berdesis pelan, ingin menutup mulut Akkinta yang terus mencecarku dengan pertanyaan.


"Suka-suka kami mau pergi kemana..... Kenapa malah kau yang jadi sewot begitu sih ?"


"Heh, dengar ya!!! Siapa juga yang sewot denganmu ? Kau mau melakukan apapun dengan Injun Oppamu itu, sama sekali bukan urusanku !!! Aku cuma mau mengingatkan, kau itu meminjam tubuh orang lain. Kalau kau lebih suka terjebak di dalam tubuh Kaoru selamanya dan tidak bertemu lagi dengan keluarga aslimu, ya silahkan saja !!! Aku juga malas berurusan dengan orang bodoh seperti kau itu...."


Astaga... Telingaku langsung terasa panas karena Akkinta mengomel persis di sebelah telingaku.


Setelah mengomeliku, Akkinta kembali menghilang. Aku mengangkat sisir blow yang aku pegang dan berlagak ingin melempari Akkinta dengan sisir blow itu. Bukannya aku lupa. Aku nggak lupa sama sekali kok. Aku tentu saja ingin pulang ke Seoul. Aku rindu Appa, rindu Daddy, rindu Faith Eonni, rindu keponakan-keponakanku, rindu Samchondeul-ku yang kaya raya itu, rindu Dream Oppadeul.


Aku rindu setengah mati sampai aku selalu memimpikan mereka dan terbangun dengan wajah yang basah oleh airmata. Akkinta kan tidak punya keluarga, mana mengerti dia dengan perasaanku?


Aku kembali melanjutkan kegiatanku yang sempat tertunda dengan kedatangan Akkinta. Hari ini adalah pertemuanku yang kelima kalinya dengan Injun Oppa. Setelah melukis bersama yang gagal itu, Injun Oppa kembali mengajakku keluar setelah waktu kerjaku selesai. Seperti yang Akkinta bilang tadi, Injun Oppa mengajakku bermain ke pet cafe yang berisi kucing-kucing lucu dan gemuk. Injun Oppa juga mengajakku ke taman kota. Menonton pesta kembang api sambil menikmati es loli rasa pisang yang bisa dibagi dua.


Kemarin, kami berdua pergi melihat pertunjukan musikal. Dan waktu itu, aku bisa mendengar kembali suara merdu Injun Oppa meski dia hanya bersenandung pelan di sampingku. Ah, benar-benar candu rasanya mendengar suara lembut dan merdu milik Injun Oppa. Aku ingin, suara Injun Oppa yang bernyanyi di atas panggung bisa didengar kembali oleh para penggemarnya.


Terutama olehku.....

🎀🎀🎀

Tempat yang akan kami kunjungi berdua hari ini adalah sebuah museum seni kontemporer yang baru dibuka di pinggiran kota Tokyo. Untung saja hari ini adalah hari liburku, jadi aku punya cukup waktu untuk bersiap-siap dan tidak perlu was-was terlihat seperti baru pulang bekerja seperti pertemuan-pertemuan kami sebelumnya karena Injun Oppa menjemputku langsung di kafe Seok Hee Eonni. Aku tentu saja kegirangan begitu tahu kami akan datang ke sana. Entah mengalir dari pihak mana. Karena setahuku Appa hanya bisa menari dan membuat lagu sementara Eomma...


Unmei no Akai ItoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang