Begitu aku diperbolehkan keluar dari rumah sakit, hal pertama yang aku lakukan adalah mencari tahu tentang kabar terakhir soal kecelakaan pesawat yang aku alami. Aku fokus untuk mencari berita yang dirilis oleh media Jepang. Tadi siang, saat aku menunggu bus untuk pulang setelah ditinggalkan begitu saja oleh Injun Oppa, aku sempat mencari berita tentangku yang dirilis oleh media Korea Selatan. Berita di sana memberitakan bahwa tubuhku belum ditemukan.
Siapa tahu saja, ada berita yang terlewat oleh mereka kan?
Sembari menikmati makan malam di salah satu minimarket dekat rumah sakit, aku mulai berselancar dan membaca setiap thumbnail berita yang ada hubungannya dengan kecelakaan tersebut.Berita terakhir yang dirilis oleh media Jepang adalah berita tentang dihentikannya proses pencarian korban karena telah melewati batas waktu yang ditentukan oleh pemerintah Jepang meski masih ada sepuluh orang penumpang yang jasadnya belum ditemukan. Aku yakin, aku termasuk di dalam sepuluh orang yang belum ditemukan itu.
Tidak ada berita lagi yang dirilis setelah itu. Itu berarti, tubuhku yang seingatku menurut Akkinta aman berada di suatu tempat, entah belum ditemukan atau sudah ada yang menemukannya namun belum melaporkannya kepada pihak yang berwajib. Aku membuang napas pendek. Sedikit kecewa kalau ternyata yang aku temukan tidak sesuai dengan ekspektasiku. Berita yang dirilis di sini dan di Seoul sana tidak jauh berbeda.
Aku jadi teringat dengan drama pagi yang pernah aku tonton bersama dengan Heechul Samchon. Tokoh utama wanitanya mengalami kecelakaan saat mendaki gunung dan berhasil diselamatkan oleh penduduk setempat. Karena kondisi yang tidak memungkinkan, penduduk yang menemukan tidak membawa tokoh utama wanita tersebut ke rumah sakit namun merawatnya sendiri sampai tokoh utama wanita dalam drama itu sadar dan pulih.
Apa ceritaku sama dengan cerita tokoh utama wanita dalam drama itu ya ? Tapi kan, tokoh utama wanita dalam drama itu tidak mengalami seperti yang aku alami saat ini. Rohnya tidak masuk ke tubuh orang lain.
Aku mendorong satu cup ramen yang tinggal tersisa kuahnya saja menjauh dari hadapanku lalu meletakkan kepalaku di atas meja. Aku tidak peduli dengan tatapan aneh orang-orang yang lalu lalang di depan mini market yang ditujukan kepadaku. Semua teka-teki ini membuat kepalaku seperti mau pecah saja. Aku rindu keluargaku. Aku rindu Lui. Aku rindu menjalani hidupku sebagai anak yang disayangi oleh banyak orang.
"Pantas saja kapasitas otakmu pas-pasan begitu.... Tidak ada makanan yang bergizi yang kau konsumsi selama kau berada di sini...."
Aku mengangkat kepalaku saat aku mendengar suara Akkinta. Wajahku cemberut ketika aku bertatapan dengannya. Akkinta ini tidak tahu saja kalau di rumah Appa, aku diberikan gizi bukan lagi empat sehat lima sempurna, tetapi sampai lima sehat enam sempurna. Aku kan makan ramen karena terpaksa. Dia sendiri yang bilang kalau aku tidak boleh menggunakan uang Kaoru.
"Kalau ingin melihat aku makan makanan yang bergizi, kau pergi menghadap Seok Hee-chan dan mintakan kenaikan gaji untukku...." ucapku sengit.
"Pakai ear phone mu kalau bicara denganku. Kecuali kau mau dianggap gila oleh orang-orang yang lewat"
Aku tahu, Akkinta hanya mengingatkan aku. Tapi, aku heran. Kenapa sih dia tidak bicara dengan cara yang biasa saja ? Kenapa harus selalu membuat aku kesal ?
Aku mengambil ear phone dari dalam tasku sambil berdecak sebal lalu memasangnya di kedua telingaku.
"Kau tidak bisa menyaring omonganmu dulu sebelum disampaikan ya ?"
Akkinta menggeleng.
"Tuhan tidak menciptakan mulutku dilengkapi dengan saringan...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Unmei no Akai Ito
FanfictionUnmei no Akai Ito, selanjutnya disebut sebagai Benang Merah Takdir, merupakan kepercayaan Jepang yang sebetulnya berasal dari Cina. Konon, di jari kelingking setiap orang ada benang merah yang tak kasat mata, yang akan terhubung dengan jodohnya. Han...