Dreamscape

58 11 1
                                    



"Kau yakin cara ini akan berhasil ?" untuk kesekian kalinya aku bertanya pada Akkinta. Aku menatap ke arah Akkinta dengan posisiku yang sedang berbaring di atas tempat tidur saat ini.


Aku bisa mendengat Akkinta mendengus kasar. Aku tahu kalau pertanyaanku tadi dan pertanyaan-pertanyaanku sebelumnya mungkin membuat dia merasa diremehkan. Aku sama sekali tidak berniat meremehkan Akkinta.


Dia sendiri yang membuat aku mempertanyakan metode yang akan dia lakukan kepadaku. Seandainya dia menjelaskan sebelumnya apa yang akan dia lakukan padaku, bagaimana dia melakukannya, apa yang akan aku rasakan selama prosesnya, aku pasti akan merasa lebih tenang. Selama ini kan dia tidak pernah menunjukkan kalau dia punya kekuatan super di depanku.


Bagaimana kalau nanti, bukannya berhasil mengingat kenanganku dan Injun Oppa, yang terjadi malah sebaliknya. Aku justru melupakan semua kenangan yang aku punya dengan Injun Oppa.


"Kalau kau tidak percaya, ya sudah.... Aku pergi saja...."


"Eh....." Aku buru-buru menegakkan tubuhku. "Jangan merajuk begitu..... Tidak cocok dengan wajahmu....." Aku ingin mencekal pergelangan tangannya supaya dia tidak pergi. Tapi aku lupa kalau aku kan tidak bisa menyentuh dia. Jadi, bukannya menahan Akkinta, tubuhku malah merosot ke depan.


Akkinta kembali mendengus kasar. Tapi kali ini, aku tahu dia melakukan itu karena dia menahan tawa.


Senyumku mengembang.


Dia tidak jadi marah.


Aku lalu kembali pada posisiku sebelumnya, berbaring nyaman di atas tempat tidur sementara Akkinta menunduk menatap lurus ke arahku.


"Percaya saja padaku..... Aku tidak akan mungkin melakukan hal yang buruk kepadamu...." ucap Akkinta yang aku anggap sebagai usaha untuk meyakinkan aku.


"Okay...." Aku menjawab sambil menganggukkan kepalaku.


"Kalau begitu, aku mulai ya.... Pejamkan matamu....." perintah Akkinta.


Aku melakukannya dengan segera. Beberapa detik terlewati tanpa aku tahu apa yang terjadi. Aku menahan diri untuk tidak mengintip karena aku menghormati permintaan Akkinta untuk percaya padanya. Meski aku penasaran setengah mati tapi aku tetap memaksa supaya kedua mataku tetap terpejam.


Lama-kelamaan, aku merasakan sesuatu yang hangat dan nyaman melingkupiku. Kasur di bawah tubuhku yang tadinya sedikit keras digantikan dengan sesuatu yang lebih empuk. Semilir aroma permen kapas pun terendus oleh indera penciumanku.


Aku langsung merasa penasaran. Kenapa aku bisa mencium wangi permen kapas di dalam kamarku ? Aku pun tidak tahan untuk membuka kedua mataku. Dan betapa terkejutnya aku ketika aku tidak lagi berada di dalam kamar sempit milik Kaoru. Sebuah kamar besar dengan dinding warna cokelat tertangkap oleh kedua netraku.


Kamar siapakah ini ?


Kenapa aku bisa berada di sini ?


Apakah ada kenangan antara aku dan Injun Oppa di sini ?


Lalu kemudian, pintu kamar terbuka dari luar. Aku spontan mencari tempat yang aman untuk bersembunyi. Aku tidak ingin mengejutkan siapapun yang akan masuk ke dalam kamar ini karena menemukan aku. Lemari yang terletak di sudut ruangan menjadi pilihanku. Dengan cepat, aku membuka pintu lemari tersebut. Beruntung lemari itu adalah lemari untuk baju yang digantung. Jadi aku punya cukup ruang untuk menyembunyikan diriku disana.


Suara-suara orang yang bersahut-sahutan mulai terdengar. Membuat jantungku berdegup lebih cepat.


Siluet bayangan melewati lemari tempat aku bersembunyi. Dengan berhati-hati, aku membuka pintu untuk membuat celah yang cukup supaya aku bisa mengintip ke luar. Kedua bola mataku membelalak lebar ketika menemukan Dream Oppadeul satu per satu muncul dan mulai memenuhi sudut-sudut kamar tersebut. Jumlah mereka ada tujuh orang. Dan mereka terlihat jauh lebih mudah daripada yang terakhir aku ingat.


Unmei no Akai ItoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang