Renjun POV
Lelah bercerita sambil menangis sepanjang malam, Melody akhirnya tertidur di atas sofa di ruang tamu pribadiku yang ada di lantai dua gedung ini. Aku sama sekali belum merasa mengantuk. Pikiranku berkecamuk, ribut memproses begitu banyak hal di dalam satu waktu.
Aku memang menyukai cerita fiksi, tapi tidak terlalu menggemari genre fantasi. Terutama kisah-kisah yang mengangkat tentang transmigrasi roh. Bagaimana mungkin kita bisa terbangun di raga yang berbeda ? Bukankah hal itu sangat tidak masuk akal ?
Jisung mungkin akan langsung mempercayai hal itu. Di usia dewasanya saja dia masih percaya dengan kehadiran alien dan monster di bawah kolong tempat tidurnya di dorm.
Tapi tidak demikian dengan aku.
Namun lihat sekarang, di hadapanku kini terpampang nyata. Gadis yang selama ini aku kenal sebagai Kaoru, pegawai kafe yang terletak di sebelah gedung milikku ini, ternyata roh yang berada di dalam raganya itu adalah roh milik Melody. Karena kecelakaan pesawat yang dia alami membuat dia terpisah dari raganya sendiri. Dan entah bagaimana ceritanya, roh Melody itu masuk ke dalam raga Kaoru, yang mana Melody pun tidak tahu bagaimana hal itu bisa terjadi.
Aku duduk di bagian sofa yang kosong, sembari menatap wajah Melody yang tertidur lelap dengan rasa heran dan takjub. Pantas saja, saat aku bertemu lagi dengan Kaoru setelah gadis itu menghilang, aku merasakan koneksi yang tidak biasa dengannya. Wajahnya memang wajah Kaoru namun ada yang berbeda.
Matanya
Senyumnya
Semua terlihat familiar
Tadi dia bilang kalau dia dan anggota Dream terus membuat album foto yang berisi kenangan mereka yang akan mereka ceritakan kepadaku ?
Yeah, aku juga punya album foto. Hanya saja, di dalam album foto milikku itu cuma memiliki satu objek di dalamnya. Dan objek itu adalah Lee Melody.
Melody bisa saja berpikir bahwa aku meninggalkan dia. Tapi sebenarnya tidak begitu. Jun Gege membantuku untuk mengetahui bagaimana Melody bertumbuh. Di dalam kamarku, terpajang begitu banyak foto Melody yang diambil dari setiap tahun kehidupannya. Tidak hanya itu, ada tiga belas hadiah ulang tahun yang juga tersusun rapi di dalam sana. Hadiah ulang tahun yang hanya sanggup aku belikan, tanpa berani aku berikan kepada yang bersangkutan.
Mengingat barang-barang itu, aku lantas beranjak bangun dari sisi sofa. Aku bergerak dengan sangat pelan, berjaga-jaga agar Melody tidak terganggu dengan pergerakanku. Aku membuka pintu kamar tanpa menutupnya lagi. Langkahku tertuju kearah dinding yang aku dedikasikan sebagai wall of fame untuk Melody.
Tanganku terangkat lalu bergerak pelan, menyusuri setiap foto yang terpajang di sana. Seperti biasa, senyum di wajahku mulai terbit setiap kali aku memandangi kolase foto-foto ini. Aku berhenti pada foto terakhir yang diambil oleh orang suruhannya Jun Gege.
Foto Melody dengan Chenle dan Jisung yang sedang berbelanja di salah satu pusat perbelanjaan premium yang terletak di pusat kota Seoul. Melody tersenyum lebar sementara Chenle dan Jisung terlihat kepayahan di belakang gadis itu. Tangan keduanya penuh dengan banyak sekali tas belanja. Mereka berdua sangat memanjakan gadis itu. Dan itu baru Chenle dan Jisung, teman-teman satu grupku yang lain pasti kurang lebih sama saja.
Aku berhenti sejenak.
Teman-teman satu grupku ?
Apakah masih pantas aku menyebut mereka demikian ? Padahal kepergianku beberapa hari yang lalu ke Jeju adalah untuk membahas pemutusan kontrakku dengan perusahaan. Meski Mark dan Taeyong Hyung masih menolak dan berusaha untuk mencegah hal itu terjadi, tapi aku tetap pada keputusanku dan lewat pengacaraku, aku menyampaikan agar mereka mau menghormati keputusanku itu.
Aku tidak mau bertemu dengan tim legal di Seoul. Aku takut aku bisa mengendalikan diriku seperti ketika terakhir kali aku ke sana.
"Oppa......"
Suara Melody yang memanggil namaku membuat aku segera mengusap wajahku dan berbalik menghadap ke arahnya.
"Kenapa bangun ?" tanyaku lembut sambil berjalan mendekati Melody.
Aku bisa memanggil dia seperti itu kan sekarang ?
"Aku takut Oppa menghilang lagi dari pandanganku....."
Jawaban Melody membuat hatiku mencelos. Aku menyunggingkan senyum tipis di wajahku.
"Oppa tidak kemana-mana.... Pintu kamar ini juga Oppa biarkan terbuka supaya kamu bisa melihat Oppa saat kamu terbangun....." jawabku.
Melody menanggapi dengan senyum. Dia menjulurkan lehernya, memindai pemandangan yang ada di balik punggungku.
"Ini kamar Oppa ?" tanyanya penasaran. Aku mengangguk.
"Iya....." jawabku. Aku lantas bergeser ke pinggir, memberikan akses agar Melody bisa melihat lebih jelas.
"Mau masuk ke dalam ?" tawarku kemudian yang langsung disambut dengan mata Melody yang berbinar.
"Apa boleh ?"
Aku terkekeh pelan.
"Tentu saja boleh...." jawabku. Aku meraih telapak tangan Melody yang begitu pas di dalam genggaman tanganku. "Ayo masuk, ada yang ingin Oppa perlihatkan kepadamu"
Yang aku tunjukkan pada Melody tentu saja pajangan foto dirinya yang ada di dalam kamar. Reaksi Melody tentu saja dia tercengang. Dia berlari mendekati dinding dan mengamati semua fotonya yang terpampang di sana dengan sangat bersemangat.
"I-ini...... ini fotoku semua ?"
Aku tertawa geli melihat bagaimana takjubnya Melody.
"Iya....." aku menjawab. "Oppa meminta Jun Gege untuk membantu Oppa. Dia membayar orang untuk mengambil gambarmu diam-diam lalu dikirimkan pada Oppa. Yang Oppa pajang di sini tidak seberapa, masih banyak yang lain di dalam ruang kerja Oppa...." aku menjelaskan.
Melody lalu melihat ke arahku
"Harusnya Oppa minta langsung saja padaku.... Aku bisa memberikan foto yang lebih bagus lagi.... Jaemin Oppa nanti yang membidiknya.... Oppa masih ingat bagaimana hebatnya Jaemin Oppa dalam memotret kan ?"
Aku mengangguk. Tentu saja aku ingat. Jaemin dan kameranya. Seperti Haechan dan kimchi jiggaenya.
Tatapan Melody lalu terkunci pada foto terakhir.
"Ini kan....." kalimatnya terhenti. Dia menoleh ke arahku. Aku pun kembali mengangguk.
"Iya.... Foto saat ulang tahunmu.... Foto terakhir yang Oppa terima dari Jun Gege...."
"Aku masih ingat bagaimana sedihnya aku waktu aku tidak menemukan kado dari Oppa di Pink Room.... Chenji Oppa saat itu menghiburku. Mereka membebaskan aku membeli apapun yang aku inginkan. Sepertinya, mereka kapok setelahnya.... Aku menghabiskan uang mereka berdua....."
"Tidak mungkin.... Uang mereka tidak akan habis secepat itu....."
Karena Melody membahas soal kado, aku pun teringat pada kado-kado yang aku belikan untuknya. Aku lalu menggiring Melody ke tempat di mana aku menyimpan kado-kado tersebut.
"Semua kado dari Oppa untukmu.... Satu untuk setiap ulang tahunmu....." aku berkata sambil menunjuk ke arah tumpukan kado yang tersusun dengan rapi.
Lagi-lagi, tingkah Melody membuat aku terkekeh pelan. Dia berlari ke arah tumpukan hadiah tersebut dan membukanya dengan bersemangat.
Terlalu bersemangat.
Aku lalu mendekat ke tempat Melody dan ikut duduk di sebelahnya.
Saat Melody sedang membuka kado yang aku belikan waktu ulang tahunnya yang ke-lima belas, sebuah pikiran melintas di kepalaku, dan tanpa aba-aba, pikiran itu aku ungkapkan melalui kata-kata.
"Ody-ah..... Sampai kapan kamu akan berada di dalam raga milik Kaoru ?"
(TBC)

KAMU SEDANG MEMBACA
Unmei no Akai Ito
FanfictionUnmei no Akai Ito, selanjutnya disebut sebagai Benang Merah Takdir, merupakan kepercayaan Jepang yang sebetulnya berasal dari Cina. Konon, di jari kelingking setiap orang ada benang merah yang tak kasat mata, yang akan terhubung dengan jodohnya. Han...