Perhatian yang sesungguhnya adalah ketika kita mampu memahami tanpa banyak bacot.
---
Di depan stan klub musik ada ambalan kayu satu meter persegi yang dilapisi karpet biru. Tingginya cuma sejengkal. Di sanalah anak-anak klub musik tampil akustikan secara bergantian untuk menarik perhatian. Sejak awal acara stan mereka memang langsung ramai. Entah karena ada akustikan atau semata-mata karena ada Nolan. Karena, lihat saja, sedari tadi nama Nolan yang terus diteriakkan, padahal cowok itu sama sekali tidak berbuat apa-apa. Dia hanya mengeram di pojokan sambil memainkan ponsel.
Kalau bukan atas nama persahabatan, Nolan malas banget panas-panasan di sini. Belum lagi teriakan tidak jelas cewek-cewek yang berkerumun di depan stan itu.
"Oi, senyum dikit kenapa?" Tama mencolek lengan Nolan, kemudian duduk bersisian.
Nolan tidak menggubris. Dia tetap sibuk dengan ponselnya.
"Mereka rela desak-desakan di luar cuma buat lihat kamu, loh."
"Terus?" Dari balik kacamatanya Nolan melirik sekilas.
"Ya ...." Tama kesulitan menemukan kalimat yang tepat. Cowok berambut ikal itu frustrasi sendiri mengahadapi kelakuan sahabatnya ini. "Seenggaknya hargai, dong."
Kali ini Nolan menatap lawan bicaranya lebih serius. "Kan lo sendiri yang bilang, gue cukup jadi pajangan aja, nggak usah ngapa-ngapain."
"Tapi nggak kusut gini juga kali!"
"Banyak bacot gue pindah ke stan klub fotografi, nih, biar langsung kalah kalian."
Tama langsung menahan lengan Nolan yang pura-pura ingin berdiri. "Eit, eit, kalem, Bro."
Nolan kembali mengenyakkan diri.
"Lo bebas, deh. Mau pasang muka sekusut apa pun, terserah. Asal jangan pergi, ya." Tama mengelus-elus pundak Nolan sambil mempersembahkan cengiran perdamaian.
Nolan langsung menyingkirkan tangan Tama dari pundaknya. Menggelikan!
"Kak Nolan, nyanyi dong!"
Itu teriakan ke-127 dalam waktu sejam. Tidak, Nolan tidak benar-benar menghitungnya. Namun, mengingat teriakan itu terdengar nyaris tanpa jeda, bisa jadi malah lebih banyak dari itu.
"Lo nggak mau berbaik hati nyumbang satu lagu buat mereka gitu?" tanya Tama sehati-hati mungkin.
Nolan lagi-lagi pura-pura ingin meninggalkan kursinya.
Tama sigap menahannya. "Nanya doang. Baperan amat, sih!" Cowok itu geleng-geleng keheranan, entah bagaimana bisa cewek-cewek sangat menggilai sahabatnya yang songong ini.
Tiba-tiba salah seorang cewek keluar dari kerumunan dan menyelonong masuk ke tenda. Itu Melda, tahu-tahu sudah berdiri di depan Nolan. Tama langsung berdiri, memasang sikap siap siaga. Ulah cewek barbar ini bisa saja memicu aksi anarkis. Dia mengode yang lain agar memperhatikan kerumunan di depan. Jangan sampai mereka ikutan masuk.
"Lan, nyanyi, dong. Please ...." Melda mengatupkan kedua tangannya di depan dada sembari memasang tampang memohon sememelas mungkin. "Gue mau rekam buat ditunjukin ke Kania."
Awalnya Nolan sama sekali tidak peduli, tapi begitu mendengar nama Kania, seperti ada bohlam ribuan watt menyala di kepalanya. Tanpa berkata apa-apa dia langsung berdiri dan keluar menuju panggung kecil di depan.
Tama hanya mematung melihat pemandangan itu. "Giliran cewek yang nyuruh langsung siap grak. Dasar!" gerutunya.
"Kak Nolaaannn!!!" Teriakan pecah seketika. Tidak ada lagi yang peduli dengan penampilan salah seorang anggota klub musik yang sedang berlangsung. Kerumunan yang didominasi cewek itu sibuk menyalakan kamera ponsel mereka dan langsung menyorot kemunculan Nolan.
Sadar diri, cowok yang sedang tampil itu mundur secara teratur. Dia turun dan menyerahkan gitarnya ke Nolan.
Teriakan semakin pecah ketika Nolan sudah berdiri di atas panggung kecil itu dan bersiap membawakan sebuah lagu. Melda mendesak untuk berdiri di paling depan. Kameranya tidak boleh terhalang oleh apa pun. Dia tidak akan rela.
🍁🍁🍁
Assalamualaikum.
Mohon maaf sebelumnya, bab ini hanya berupa cuplikan. Kalau kamu penasaran dengan kelanjutan kisah Nolan dan misteri di balik kacamata hitamnya, silakan baca selengkapnya di:
* KBM App
* KaryaKarsaDi semua platform nama akunku sama (Ansar Siri). Ketik aja di kolom pencarian. Kalau akunku udah ketemu, silakan pilih cerita yang ingin kamu baca.
Cara gampangnya, langsung aja klik link yang aku sematkan di halaman depan Wattpad-ku ini.
Aku tunggu di sana, ya.
Makasih.
Salam santun 😊🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Black
Teen FictionMeskipun gantengnya selangit, Kania tetap tidak menyukai Nolan. Baginya, cowok itu aneh karena selalu pakai kacamata hitam. Karena itu dia menjulukinya Mr. Black. Namun, sebuah insiden kecil malah mengharuskan Kania jadi asisten pribadi cowok itu. P...