37 - Hadiah Dadakan

4 0 0
                                    

Mengusikmu salah satu caraku membahagiakan diri sendiri.

---

Sejak awal Nolan memang tidak pernah serius menjadikan Kania asisten. Dia hanya penasaran dengan satu-satunya cewek di Galaxy yang tidak mengidolakannya. Dan makin ke sini perasaannya sudah bergeser. Bukan lagi sebatas penasaran, tapi semacam kenyamanan yang belum pernah dia temukan selama ini. Karena itu, tak heran jika hari ini dia agak tidak rela ketika Kania harus cuti jadi asistennya karena masih ada kegiatan di sekolah.

Namun, tidak terlalu masalah. Nolan bisa sok bantu-bantu Arlan dan Tama di stan mereka, alih-alih menghitung berapa persen peluangnya untuk mengusik Kania. Aslinya Nolan tidak seusil itu, tapi dengan Kania, itu salah satu caranya membahagiakan diri sendiri.

Tadi setelah bel pulang berdering, Nolan buru-buru meninggalkan sekolah. Dia ke suatu tempat untuk membeli sesuatu. Sekarang dia sudah tiba kembali di sekolah, langsung ke lapangan tempat pameran ekskul akan diselenggarakan. Dia menenteng paper bag berisikan sesuatu.

Getaran ponsel di saku celananya menginterupsi langkah Nolan. Dia mengeluarkannya, langsung diangkat begitu mendapati nama Tante Hesti di layar.

"Halo, Tan."

"Halo, Jagoan."

Senyum Nolan mengembang. Dia selalu suka panggilan dari tantenya itu.

"Kamu di mana?"

"Masih di sekolah, Tan."

"Loh, hari ini nggak ke tempat Tante lagi? Minggu kemarin juga nggak, loh. Kamu nggak lupa jadwal, kan?"

"Maaf, Tan, Nolan lupa ngabarin, kayaknya emang nggak usah terapi dulu hari ini, masih ada kegiatan soalnya."

"Tante, sih, nggak apa-apa, tapi papamu itu, loh. Dia ngomelnya ke Tante kalau kamu melalaikan jadwal terapi."

"Cuekin aja, Tan. Kayak nggak tahu Papa aja."

"Eh, nggak boleh gitu. Bagaimana pun, kamu beruntung banget punya Papa kayak kakak Tante itu."

Nolan tercenung. Bukan hanya Tante Hesti, tapi semua orang di luar sana menganggap dirinya beruntung memliki Papa seperti Yasa. Semoga pada akhirnya anggapan itu benar adanya.

"Masih lebih beruntung punya tante rasa sahabat kayak Tante."

"Gombal! Omongan kamu tiba-tiba manis gini biar Tante nggak ngadu ke papamu soal kamu bolos terapi lagi, kan?"

Nolan terkekeh. "Tante emang nggak bisa dimodusin. Nolan jadi penasaran, gimana cara Om pedekate ke Tante dulu."

"Duh, malah melebar ke mana-mana ini obrolan." Terdengar kekehan dari seberang. "Padahal Tante lagi ada pasien, loh."

"Oh, kalau gitu, lanjut, gih, Tan."

"Eh, tapi kamu beneran nggak apa-apa, kan, hari ini nggak terapi lagi?"

"Nggak langsung mati juga, kan?"

"Hus! Kamu ini kalau ngomong sembarangan." Nolan langsung membayangkan Tante Hesti sedang memelotot di seberang sana. "Tante serius, Lan."

"Insyaallah, Nolan baik-baik aja, kok, Tan."

"Ya udah, Tante percaya sama kamu."

"Makasih, Tan."

"Ngomong-ngomong, kamu ada kegiatan apa, sih? Nggak biasanya."

"Besok ada pameran ekskul, Tan. Ini Nolan mau bantu-bantu gitu bangun stan."

"Outdoor?" Suara Tante Hesti lebih lantang, semacam disertai semburat takjub.

Nolan mengangguk, lalu sadar Tante Hesti tidak bisa melihatnya. "Iya, Tan. Ini sama aja kayak terapi, kan?"

"Bagus! Anak pintar."

Dada Nolan menghangat. Yang tadi dikatakannya seratus persen bukan gombalan, dia sungguh-sungguh merasa beruntung memiliki tante seperti Hesti.

"Ya udah, lanjut gih. Kalau ada apa-apa langsung kabari Tante, ya."

"Siap, Tan."

Nolan mengantongi kembali ponselnya setelah percakapan itu berakhir. Dia mengintip isi paper bag-nya sebentar sebelum melanjutkan langkahnya.

Setibanya di lapangan, Nolan bisa menemukan area klub musik dengan mudah. Paling rusuh soalnya.

"Loh, bukannya tadi langsung cabut dan buru-buru banget?" Tama menyambutnya dengan raut heran. "Kok, balik lagi?"

"Gue cuma ada perlu bentar, kok."

"Terus, lo ke sini mau bantuin atau cuma mau lihatin Kania?" Arlan yang sedang menyambung kerangka-kerangka tenda ikut nimbrung.

Nolan pura-pura tidak dengar.

"Noh, stannya di seberang sana."

Kali ini Nolan tidak bisa pura-pura dengar lagi karena kepalanya auto menoleh ke arah yang dimaksud Arlan. Senyumnya pun terbit samar-samar ketika benar-benar mendapati cewek mungil itu di seberang sana.

Lihat ke sini, dong ....

🍁🍁🍁

Assalamualaikum.

Mohon maaf sebelumnya, bab ini hanya berupa cuplikan. Kalau kamu penasaran dengan kelanjutan kisah Nolan dan misteri di balik kacamata hitamnya, silakan baca selengkapnya di:

* KBM App
* KaryaKarsa

Di semua platform nama akunku sama (Ansar Siri). Ketik aja di kolom pencarian. Kalau akunku udah ketemu, silakan pilih cerita yang ingin kamu baca.

Cara gampangnya, langsung aja klik link yang aku sematkan di halaman depan Wattpad-ku ini.

Aku tunggu di sana, ya.

Makasih.

Salam santun 😊🙏

Mr. BlackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang