32 - Ciuman?

23 1 0
                                    

Bibir ketemu bibir, jika bukan ciuman, entah apa nama lainnya. Yang pasti rasanya bikin lemas.

---

"Hari ini gue harus ngapain?" Kania yang baru datang langsung melontarkan pertanyaan itu. Dia bahkan masih berdiri.

Nolan berhenti memetik gitarnya. "Nggak ada pembukaan lain, ya? Setidaknya duduk dulu, kek."

Kania menghela napas pasrah. Interaksinya dengan Nolan selalu saja berbau perdebatan. Dia meletakkan ranselnya kemudian duduk berjauhan.

Nolan menyandarkan gitarnya di samping sofa, kemudian memperbaiki posisi duduknya. "Hari ini kita akan take video. Lo siapin produk-produknya."

"Gue nggak perlu muncul di video, kan?"

"Tenang aja, gue nggak mungkin ngehancurin karier sendiri, kok."

Kania menggeram dalam hati. Cowok ini tidak ada habisnya memancing emosinya.

Selanjutnya Nolan memaparkan konsep video yang akan dibuatnya. Dia menyampaikan apa-apa yang harus dilakukan Kania nantinya. Alih-alih paham, cewek berkaus kuning itu lebih banyak protes. Sesekali suara Nolan terpaksa mengentak-entak.

"Harus banget, ya, di kamar?" Kania tampak keberatan. Dia masih duduk, sementara Nolan sudah siap beranjak sambil menenteng gitar.

"Di sini background-nya jelek. Cahaya di kamar juga lebih bagus, karena ada balkon."

Kania tampak menimbang-nimbang.

"Lo nggak mikir gue bakal ngapa-ngapain lo, kan?" selidik Nolan. Tubuhnya condong dengan mata memicing.

Kania ingin bersikap biasa, tapi gestur yang tercipta sungguh bertolak belakang.

"Astaga! Gue masih waras kali." Nolan terkekeh. "Di rumah ini bukan cuma kita berdua. Lo bisa teriak kalau gue macam-macam. Tapi gue jamin, nggak akan terjadi apa-apa. Kecuali kalau lo yang mau ngambil kesempatan."

"Najis!" Kania berdiri dengan cepat dan beranjak ke kamar lebih dulu.

Nolan tersenyum geli sambil mengekori.

"Pintunya jangan ditutup." Kania memperingatkan setelah mereka tiba di kamar.

Nolan malah pura-pura ingin menutup pintunya.

"Gue teriak, nih," ancam Kania.

"Iya, iya." Nolan merapatkan daun pintunya ke dinding. "Produknya di pojokan, bawa ke situ." Nolan menunjuk ke area tengah. Di sana sudah ada kamera yang terpasang pada tripod.

Mulai, deh, nyuruh-nyuruh.

🍁🍁🍁

Assalamualaikum.

Mohon maaf sebelumnya, bab ini hanya berupa cuplikan. Kalau kamu penasaran dengan kelanjutan kisah Nolan dan misteri di balik kacamata hitamnya, silakan baca selengkapnya di:

* KBM App
* KaryaKarsa

Di semua platform nama akunku sama (Ansar Siri). Ketik aja di kolom pencarian. Kalau akunku udah ketemu, silakan pilih cerita yang ingin kamu baca.

Cara gampangnya, langsung aja klik link yang aku sematkan di halaman depan Wattpad-ku ini.

Aku tunggu di sana, ya.

Makasih.

Salam santun 😊🙏

Mr. BlackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang