27 - Nyaman?

9 2 0
                                    

Rasa nyaman yang sesungguhnya bukan dibentuk, tapi terbentuk.

---

Kania melongo melihat suasana toko Mama siang ini. Aroma Rasa memang cukup tersohor, tapi belum pernah seramai ini. Pengunjungnya rata-rata remaja cewek. Sebagian besar masih mengenakan seragam, niat banget pulang sekolah langsung ke sini. Dari pemandangan ini Kania dihadapkan pada satu kenyataan, pesona Mr. Black memang tidak terbantahkan.

Dari ambang pintu, Kania bisa melihat Mama di balik meja kasir yang cekatan dan tak lupa tersenyum ke setiap pembeli yang dilayaninya. Di sisi lain, Yuli dan Elmi tak kalah sibuk di balik etalase, mengambilkan dan mengemas kue-kue yang ditunjuk pembeli yang rela mengantre. Di sisi kanan pintu, ada gerombolan anak SMP yang berebut berfoto di depan logo Aroma Rasa. Mereka menirukan gaya Mr. Black.

"Eh, menurut lo bagusan ini atau yang ini?"

"Bagusan punya gue kali. Tuh, lihat, udah mirip banget gaya Kak Olan."

"Senyum lo maksa, nggak natural."

"Ah, pokoknya gue harus dapat follback dari Kak Olan."

Kelakuan anak-anak SMP itu harusnya menggelikan, tapi entah kenapa Kania malah turut senang melihat antusias mereka.

"Kan!" Teriakan Mama menarik pandangan Kania kembali ke meja kasir. Mama melambai.

Kania lekas ke sana, membelah obrolan riuh rendah yang seringkali menyertakan nama Mr. Black di dalamnya.

"Ada apa, Ma?" tanyanya setelah tiba di samping Mama yang sedang mengulurkan uang kembalian pembeli yang baru saja selesai bertransaksi.

"Mumpung kamu di sini, coba cek ke dalam, deh, kalau udah ada yang siap, langsung angkut."

Melihat Mama yang mulai kewalahan, Kania tidak banyak tanya. Dia langsung ke dalam menuju dapur. Beberapa saat kemudian dia kembali dengan seloyang besar cupcake betopping warna-warni. Atas arahan Elmi, dia langsung menatanya di etalase. Setelah selesai, dia kembali menghampiri Mama yang tampak lebih santai dari sebelumnya.

"Dari tadi seramai ini terus ya?"

"Nggak juga. Ini karena kebetulan pas jam pulang sekolah, kali."

"Kalau tiap hari kayak gini bisa cepat-cepat buka cabang baru, nih," goda Kania.

"Amiiin!" Sarah menyapukan kedua telapak tangannya ke wajah. Suaranya sedemikian nyaring, tanpa nada lelah sedikit pun. "Makanya, baik-baik, tuh, sama Nolan, jangan ganti namanya jadi Mr. Black. Ini berkat dia."

Kania tergelitik melihat ekspresi Mama. "Kalau pun akhirnya ini harus jadi bisnis, cukup antara Mama dan Mr. Black, jangan libatkan Kania."

"Eh, Mama jadi lupa nyiapin makanan buat kamu." Sarah menepuk jidat, tampak bersalah.

"Kali ini Kania nggak apa-apa makan sendiri. Mama di sini aja, masih ramai gini." Kania menyapukan pandangan sejenak.

"Nggak bisa. Menemani putri tercinta makan lebih penting dari semua ini." Sarah merapikan barang-barang di atas meja, kemudian mengunci laci. "Yul!" panggilnya.

Yuli langsung menghampiri.

"Kamu jaga di sini dulu, ya, aku mau makan sama Kania," kata Sarah sambil menyerahkan kunci laci.

"Baik, Bu." Yuli mengangguk ringan.

"Yuk." Sarah merangkul Kania, menggiringnya ke dalam. "Eh, habis makan, kamu mau ke rumah Nolan, kan?"

Kania mengangguk. Semoga Mama nggak punya rencana aneh-aneh.

"Ntar Mama nitip kue buat keluarganya, ya."

Astaga! "Ma, mereka itu kaya melintir, nggak level dikasih kue murah."

"Kamu ngeremehin kue Mama?" Sarah mendelik.

Kania nyengir. "Bukan gitu, Ma, tapi—"

"Pokoknya nanti Mama siapin."

Kania mendesah pasrah. Tidak mungkin lagi menolak.

🍁🍁🍁

Assalamualaikum.

Mohon maaf sebelumnya, bab ini hanya berupa cuplikan. Kalau kamu penasaran dengan kelanjutan kisah Nolan dan misteri di balik kacamata hitamnya, silakan baca selengkapnya di:

* KBM App
* KaryaKarsa

Di semua platform nama akunku sama (Ansar Siri). Ketik aja di kolom pencarian. Kalau akunku udah ketemu, silakan pilih cerita yang ingin kamu baca.

Cara gampangnya, langsung aja klik link yang aku sematkan di halaman depan Wattpad-ku ini.

Aku tunggu di sana, ya.

Makasih.

Salam santun 😊🙏

Mr. BlackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang