Karena tidak ada yang lebih menyenangkan dari berkumpul dengan orang-orang yang sefrekuensi.
---
"Lo beneran bisa bawa motor, kan?" Melihat gelagat tidak meyakinkan Nolan saat menaiki motornya, Kania jadi khawatir sendiri.
Nolan mengiyakan hanya dengan gumaman lirih, tanpa menoleh. Ini pertama kalinya Nolan akan mengendarai motor ke tempat yang mungkin lumayan jauh. Selama ini dia belajar naik motor hanya keliling kompleks. Karena itu, dia sibuk menyugesti diri sendiri, bahwa ini tidak akan seburuk yang dia pikirkan.
Setelah motor dinyalakan, Kania lekas naik. Dia berpegangan di pinggir jaket Nolan.
"Pegangan yang benar," suruh Nolan. Dia melirik Kania dari balik kaca spion.
Kania menurut. Dengan sangat hati-hati dia memeluk pinggang cowok di depannya ini lebih dalam.
Sesaat setelahnya motor melaju dengan kecepatan aman, jauh lebih pelan dibanding saat Kania yang membawanya. Kania paham banget kondisi Nolan, jadi dia tidak akan protes.
Saat angin mulai menerpa wajahnya, senyum Nolan mengembang perlahan-lahan. Dia menarik napas dalam beberapa kali secara teratur. Sudah lama dia tidak merasakan sensasi menyenangkan ini.
Sepanjang perjalanan tidak ada obrolan apa-apa, selain saat Kania harus menyuruh belok kanan atau kiri. Kania paham, Nolan sedang berkonsentrasi tinggi. Namun, dari balik spion Kania berhasil menangkap senyum cowok beraroma mint ini beberapa kali.
Kania mengarahkan jalan hingga mereka tiba di sebuah taman. Di pojok taman, tepatnya di bawah pohon beringin peneduh, terdapat belasan anak-anak usia SD dan SMP, duduk beralaskan kain seadanya dengan jarak yang teratur.
"Kan, ngapain, sih, kita ke sini?" tanya Nolan saat Kania sudah mengawali langkah ke sana.
"Ntar juga tahu." Kania menimpalinya dengan senyum.
Setibanya, Nolan bisa melihat apa yang dilakukan anak-anak itu. Ternyata mereka sedang melukis menggunakan cat air. Ada tiga orang yang memantau dan mengarahkan. Mereka pasti murid-murid Galaxy dan anggota klub lukis juga seperti Kania. Salah satu dari mereka menghampiri ketika melihat Kania datang.
"Kirain nggak jadi datang," ungkap cewek berambut pendek itu. Sekilas dia melepas senyum ke arah Nolan, yang dibalas detik itu juga.
"Datang, dong." Kania kembali memperhatikan anak-anak di depannya. "Kali ini lumayan banyak, ya."
"Alhamdulillah. Kemarin di sekitar sini kebetulan lagi ramai pas kita datang sosialisasi."
"Berarti ke depannya timing-nya benar-benar harus diperhatikan."
Teman Kania mengangguk, kemudian undur diri untuk kembali memantau dan mengarahkan anak-anak itu.
Sementara itu Kania melihat-lihat tempat yang sekiranya nyaman untuk duduk. "Di sana aja, yuk," telunjuknya mengarah ke sisi kanan barisan anak-anak itu.
Nolan mengikuti langkah Kania, meski tidak tahu apa yang akan mereka lakukan.
Kania mengambil kain di tasnya, kemudian membentangkannya. Ukurannya pas untuk mereka duduki berdua.
"Ini ngapain kita harus ikutan duduk juga?" Nolan protes juga akhirnya.
"Lo pikir gue ngajak lo ke sini untuk lihat-lihat doang?"
"Terus?" Alis Nolan bertaut.
🍁🍁🍁
Assalamualaikum.
Mohon maaf sebelumnya, bab ini hanya berupa cuplikan. Kalau kamu penasaran dengan kelanjutan kisah Nolan dan misteri di balik kacamata hitamnya, silakan baca selengkapnya di:
* KBM App
* KaryaKarsaDi semua platform nama akunku sama (Ansar Siri). Ketik aja di kolom pencarian. Kalau akunku udah ketemu, silakan pilih cerita yang ingin kamu baca.
Cara gampangnya, langsung aja klik link yang aku sematkan di halaman depan Wattpad-ku ini.
Aku tunggu di sana, ya.
Makasih.
Salam santun 😊🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Black
Teen FictionMeskipun gantengnya selangit, Kania tetap tidak menyukai Nolan. Baginya, cowok itu aneh karena selalu pakai kacamata hitam. Karena itu dia menjulukinya Mr. Black. Namun, sebuah insiden kecil malah mengharuskan Kania jadi asisten pribadi cowok itu. P...