Penolakan terkadang hanya jelmaan rasa gengsi yang berlebihan, bukan pada makna yang sesungguhnya.
---
Sulit dipercaya, semalam tidur Kania tidak nyenyak karena kepikiran kondisi Mr. Black.
Apakah panasnya sudah turun?
Apakah hari ini ia tidak masuk?
Kania sadar, ini tidak normal. Mr. Black bukan siapa-siapanya, dan tentu saja ia tahu cara mengatasi demamnya. Kendati demikian, ia malah mengambil plester kompres demam dari kotak P3K. Meski tidak yakin nantinya ia berani memberikannya ke Mr. Black, atau malah cowok jangkung itu tidak mau memakainya, Kania tidak peduli. Ia hanya merasa perlu membawanya.
Saat berjalan menuju meja makan, ponsel Kania bergetar. Ia lekas mengeluarkannya. Ia langsung semringah mendapati video call dari Papa.
"Assalamualaikum, Nona manis," sapa Ruslan dari Tanah Anging Mamiri
"Walaikumsalam, Papa ganteng." Kania tiba di meja makan. Ia langsung duduk dan meletakkan ponselnya di atas meja, menyandarkannya ke gelas.
"Gimana kabarmu, Sayang?"
"Buruk, Pa."
"Kok?" Ruslan mengernyit.
"Nasib Kania udah kayak FTV Indosiar, Gadis Cantik yang Ditelantarkan Papa Kandungnya."
Ruslan tergelak.
Tiba-tiba Mama muncul di layar. "Padahal tadi malam habis diapelin cowok loh, Pa."
"Oh ya?"
Kania mendorong Mama hingga tidak terlihat di layar.
"Ceritanya udah mulai rahasia-rahasiaan, nih, sama Papa?"
"Nggak gitu, Pa. Yang tadi malam itu cuma teman, Mama aja yang lebay."
"Papa sama Mama dulunya juga cuma teman."
Kania menepuk jidat. Ia tidak akan pernah menang melawan kubu Papa-Mama dalam hal seperti ini.
"Cowok yang diramalin bakal jadi jodohmu, bukan, sih?"
Pertanyaan iseng Papa kembali mengingatkan Kania pada ramalan itu. Berbagai kemungkinan mulai terangkai di benaknya.
Kania menggeleng. "Ramalan itu sekadar hiburan, Pa, bukan untuk diseriusi."
"Tumben?"
"Eh, Papa kapan pulang, sih? Jangan terlalu nyaman di kampung orang." Kania sengaja mengalihkan pembicaraan.
"Belum dalam waktu dekat, Sayang. Maaf, ya." Ruslan memasang tampang menyesal.
"Nggak apa-apa, deh. Yang penting Papa tetap jaga kesehatan, ya."
"Siap." Ruslan memberi hormat.
"Kapan-kapan biar Kania sama Mama yang nyusul Papa ke sana."
Ruslan tersenyum lebar sambil mengacungkan jempol kanannya.
"Ya udah, Kania sarapan dulu, ya. Papa mandi, gih, mukanya kucel, tuh."
Ruslan tergelak.
"Bye, Pa."
"Bye, Sayang."
"Eh, Pa—" Sarah mendekat, tapi sambungan keburu putus.
Kania mengantongi kembali ponselnya sambil terkikik.
🍁🍁🍁
Assalamualaikum.
Mohon maaf sebelumnya, bab ini hanya berupa cuplikan. Kalau kamu penasaran dengan kelanjutan kisah Nolan dan misteri di balik kacamata hitamnya, silakan baca selengkapnya di:
* KBM App
* KaryaKarsaDi semua platform nama akunku sama (Ansar Siri). Ketik aja di kolom pencarian. Kalau akunku udah ketemu, silakan pilih cerita yang ingin kamu baca.
Cara gampangnya, langsung aja klik link yang aku sematkan di halaman depan Wattpad-ku ini.
Aku tunggu di sana, ya.
Makasih.
Salam santun 😊🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Black
Teen FictionMeskipun gantengnya selangit, Kania tetap tidak menyukai Nolan. Baginya, cowok itu aneh karena selalu pakai kacamata hitam. Karena itu dia menjulukinya Mr. Black. Namun, sebuah insiden kecil malah mengharuskan Kania jadi asisten pribadi cowok itu. P...