56 - Sekarang Kita Saudara, kan?

10 1 0
                                    

Terkadang, marahnya orangtua ke anak adalah wujud lain dari cinta.

---

Sekitar pukul satu dini hari, Liam dibawa ke ruang operasi. Tante Hesti dan suaminya sudah pulang beberapa menit yang lalu. Mereka berjanji akan kembali nanti sore, setelah menyelesaikan segala urusannya hari ini.

Di ruang tunggu, Marni mondar-mandir dengan kondisi mata yang tidak pernah kering sepenuhnya. Di saat-saat seperti ini dia teringat mantan suaminya, juga putra sulungnya, Leo. Apa kabar mereka? Bagaimana reaksi mereka saat mengetahui kondisi Liam? Marni teramat ingin mengabari mereka, tapi mereka sudah hilang kontak sejak beberapa tahun yang lalu.

Yasa terlihat lebih tenang, meski kecemasan tetap saja memenuhi dadanya. Liam memang bukan anak biologisnya, tapi posisi anak itu di hatinya sama seperti Nolan. Terlebih Liam anak yang baik. Tidak sekali pun dia membantah orangtua.

Di sebelah Yasa, Nolan tafakur dengan doa-doa yang tidak pernah putus. Setiap hela napasnya menjelma tasbih. Nama Liam terulang-ulang di kepalanya.

"Sebaiknya kamu tidur aja dulu, biar Papa sama Mama yang nungguin Liam." Yasa meremas pelan pundak putranya.

Nolan langsung menggeleng. "Nolan harus langsung minta maaf begitu Liam bangun, Pa."

Yasa pun menurunkan tangannya. Dia sangat paham rasa bersalah macam apa yang merengkuh Nolan saat ini. Pasti sangat sulit berada di posisinya.

Liam menjalani operasi sekitar dua jam. Menurut pengakuan dokter, operasinya berjalan cukup lancar. Untuk mengantisipasi hal-hal di luar dugaan, Liam dikembalikan ke ruang ICU, meskipun sebenarnya kondisinya sudah jauh lebih stabil. Bahkan kata dokter, dia akan segera bangun begitu pengaruh obat biusnya hilang.

Di mushola rumah sakit, setelah Nolan dan keluarganya menjalankan salat Subuh berjamaah, keharuan kembali pecah.

"Papa benar-benar udah maafin Nolan?" tanya Nolan setelah mencium tangan Yasa.

"Kenapa kamu bertanya begitu?"

"Selama ini Nolan sering banget nyakitin perasaan Papa." Nolan menunduk. Untuk saat ini terasa berat membalas tatapan Papanya.

"Dan asal kamu tahu, Papa nggak pernah benar-benar marah sama kamu." Mata Yasa berkaca-kaca. Ini kali pertama dia mengobrol dengan putranya ini dari hati ke hati. "Kamu pernah dengar, bahwa marahnya orangtua ke anaknya adalah wujud lain dari cinta?"

Nolan mengangguk dalam tundukannya.

"Kamu adalah belahan dari perempuan yang paling Papa cintai. Setiap kali Papa melihat matamu, Papa seperti melihat mata Mama. Mata kalian sama persis. Jadi, bagaimana mungkin Papa bisa marah sama kamu?" Yasa menengadah untuk mencegah air matanya turun. "Papa hanya terkadang takut mengecewakan Mama karena gagal mendidik kamu."

Pertahanan Nolan runtuh lagi. Sebelum air matanya bergulir, dia lebih dulu menjatuhkan diri ke dada Papa. "Maafin Nolan, Pa ...."

"Papa juga minta maaf, Sayang." Yasa membalas dekapan putranya tak kalah erat.

"Bang Liam bakal sadar, kan, Pa?" tanya Nolan setelah melerai dekapannya.

"Liam sudah ditakdirkan untuk menjadi kakak yang sempurna buat kamu. Dia pasti kuat melewati semua ini." Yasa mengelus pucuk kepala putranya. "Tadi didoain, kan?"

Nolan mengangguk seraya menyeka air matanya.

Selesai salat Subuh, kedua orangtua Nolan harus pulang dulu untuk menyiapkan beberapa hal.

"Pa, Nolan bolos sekolah lagi nggak apa-apa, kan?"

Yasa tersenyum, lalu mengangguk. "Nanti Papa telepon kepala sekolah kamu."

"Makasih, Pa."

"Sayang, titip Liam, ya. Langsung kabari Mama kalau dia sudah sadar."

"Baik, Ma."

Melihat Nolan memanggilnya "mama" sambil tersenyum, Marni tidak kuasa menahan air matanya. Dia langsung menarik anak tirinya itu ke dalam pelukannya. "Makasih, Sayang. Mama mungkin nggak bisa sebaik mama kandung kamu, tapi Mama akan berusaha."

Nolan mengelus punggung Marni. "Mama dan Mama Marni adalah yang terbaik. Sudah cukup usahanya, Ma. Sekarang giliran Nolan yang berusaha."

"Kita mulai dari awal lagi, Sayang."

Dalam dekapan ibu tirinya, Nolan mengangguk.

Melihat pemandangan itu, Yasa menggemakan syukur dalam hati berkali-kali.

🍁🍁🍁

Assalamualaikum.

Mohon maaf sebelumnya, bab ini hanya berupa cuplikan. Kalau kamu penasaran dengan kelanjutan kisah Nolan dan misteri di balik kacamata hitamnya, silakan baca selengkapnya di:

* KBM App
* KaryaKarsa

Di semua platform nama akunku sama (Ansar Siri). Ketik aja di kolom pencarian. Kalau akunku udah ketemu, silakan pilih cerita yang ingin kamu baca.

Cara gampangnya, langsung aja klik link yang aku sematkan di halaman depan Wattpad-ku ini.

Aku tunggu di sana, ya.

Makasih.

Salam santun 😊🙏

Mr. BlackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang