Tataplah dunia lebih jujur dan berani, jangan biarkan ketakutan apa pun membayangimu!
---Kania tidak menyangka benar-benar akan melalui momen canggung ini lagi. Sepulang sekolah, Mama langsung menodongnya, minta ditemani menjenguk Liam dan Nolan. Maka di sinilah dia, terpaksa berbagi oksigen dengan Nolan di ruangan yang sama lagi. Detik-detik pun terasa bergulir lebih lambat.
Kania yang duduk di samping Mama sedari tadi kebanyakan menunduk, tidak tahu bagaimana harus bertingkah. Sesekali dia melihat ke arah Liam, mengulas senyum tipis, lalu kembali menunduk. Beberapa kali juga dia melihat ke arah Nabil yang sedang dipangku mamanya. Namun, tidak sekali pun dia melihat ke arah Nolan.
Kan … plisss lihat gue ….
Nolan terus menggumamkan kata itu dalam hatinya, hati yang mungkin sudah tidak berbentuk lagi saking remuknya.
“Tante syok banget waktu tahu kabar kamu dari Kania.” Sarah menatap iba ke arah Liam.
“Alhamdulillah, sekarang Liam baik-baik aja, kok, Tan.”
“Syukurlah ….” Sarah mengulas senyum lega. “Ini, Tante bawain cupcake spesial, biar cepat sembuh.” Sarah meletakkan rantang bersusun dua di atas nakas.
“Makasih, Tan, nanti pasti Liam habisin.”
“Tan, Nabil boleh minta juga, nggak?” sela Nabil tiba-tiba. Nada polosnya sukses mengundang tawa.
“Oh, tentu boleh dong, Sayang.” Sarah terkekeh ringan. “Kalau kurang, main aja ke rumah Tante. Kamu boleh makan sepuasnya.”
“Asyik!” Nabil kegirangan, lalu mendongak menatap mamanya dan menunjuk rantang itu. Namun, kata mamanya, nanti.
“Kamu, Lan?” Tiba-tiba pertanyaan Sarah beralih ke Nolan. “Apanya yang masih sakit?”
Nolan yang sedari tadi menatap Kania larut-larut, terkesiap. Hati, Tan. Rasanya dia ingin menjawab begitu. “Nggak ada, Tan. Nolan baik-baik aja.”
“Tapi wajah ganteng kamu jadi lecet-lecet gitu.” Sarah meringis samar. “Duh, sayang banget.”
Nolan hanya tersenyum kikuk.
Tiba-tiba dering ponsel Kania menyela di tengah obrolan hangat itu.
Kania buru-buru mengeluarkan benda pipih itu. Dia langsung pamit keluar sebentar begitu tahu siapa yang menelepon. Dia melangkah panjang-panjang, tidak sabar mendengar kabar apa yang akan disampaikan Aryo kali ini.
“Halo, Kak.” Kania langsung menjawabnya setibanya di luar.
“Mantul banget, Kan, tadi pagi ada yang beli lukisan lo dua sekaligus.”
“Ha? Serius, Kak?” Kania sampai berkaca-kaca. Dia tidak menyangka karya yang dia hasilkan diam-diam di studio kecilnya begitu cepat menemukan penikmatnya.
“Iya. Tadi pagi mau langsung ngabarin, tapi nomor lo nggak aktif.”
“Oh, sori banget, Kak. Biasanya kalau jam pelajaran hapenya emang sengaja dimatiin.” Kania menepuk jidat. Tadi pagi memang ada notifikasi panggilan tidak terjawab dari Aryo, dan baru ingat kalau dia belum menelepon balik.
“Nggak apa-apa. Santai aja.” Aryo terkekeh riang. “Setelah ini, gue harap lo masih mau nitip lukisan-lukisan lo di sini. Lukisan-lukisan lo seolah ngasih energi baru buat galeri gue.”
“Mm … sebelumnya makasih banget, Kak. Tapi kalau soal itu, Kania pikir-pikir dulu. Karena, sebenarnya Kania masih nggak tega melepas lukisan-lukisan itu.”
“Siap. Gue paham, kok. Ini yang bikin lukisan lo punya daya pikat, karena lo bikinnya benar-benar dari hati.”
“Kania jadi nggak napak, nih, Kak.”
Di seberang sana, Aryo sontak terbahak. “Ya udah, setelah ini gue langsung transfer lagi, ya.”
“Sekali lagi makasih banget, Kak.”
“Sama-sama.”
Kania berbalik hendak kembali ke dalam setelah sambungan terputus. Namun, seketika langkahnya terkunci karena melihat Nolan. Entah sejak kapan cowok itu berdiri di sana. Tatapan mereka terpaut beberapa detik, sebelum akhirnya Kania memutus kontak dan melangkah panjang-panjang.
Kania melewati Nolan dan bermaksud tidak peduli sama sekali. Namun, cowok itu mencekal pergelangan tangannya.
“Lepasin!” Kania langsung berontak dan mengentakkan tangannya kuat-kuat hingga terbebas.
“Gue perlu ngomong sama lo,” mohon Nolan dengan tatapan berkaca-kaca.
“Gue nggak sudi ngomong sama lo lagi!” Netra Kania melebar, tatapannya berkilat.
Belum sempat Nolan berucap lagi, Kania sudah berlalu ke dalam, meninggalkan cowok itu dengan kondisi seperti permen kapas yang terkena angin.
🍁🍁🍁
Assalamualaikum.
Mohon maaf sebelumnya, bab ini hanya berupa cuplikan. Kalau kamu penasaran dengan kelanjutan kisah Nolan dan misteri di balik kacamata hitamnya, silakan baca selengkapnya di:
* KBM App
* KaryaKarsaDi semua platform nama akunku sama (Ansar Siri). Ketik aja di kolom pencarian. Kalau akunku udah ketemu, silakan pilih cerita yang ingin kamu baca.
Cara gampangnya, langsung aja klik link yang aku sematkan di halaman depan Wattpad-ku ini.
Aku tunggu di sana, ya.
Makasih.
Salam santun 😊🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Black
Teen FictionMeskipun gantengnya selangit, Kania tetap tidak menyukai Nolan. Baginya, cowok itu aneh karena selalu pakai kacamata hitam. Karena itu dia menjulukinya Mr. Black. Namun, sebuah insiden kecil malah mengharuskan Kania jadi asisten pribadi cowok itu. P...