53 - Malam Berdarah

19 0 0
                                    

Ada lubang yang tiba-tiba menganga di dadanya, terhubung dengan rasa takut kehilangan yang membuat otaknya tidak bisa memikirkan apa-apa lagi.

---

"Adik lo dalam bahaya!" Rain terdengar tegang.

Liam refleks bangun. "Bahaya gimana, Bang?"

"Gue nggak sengaja lihat Reno dan gengnya di warkop 24 jam tempat gue biasa mangkal sama teman-teman." Reno adalah cowok yang sering kepergok jalan sama Marsya saat cewek itu masih berstatus pacar Rain. "Karena sejujurnya gue masih penasaran sama tuh anak, gue buru-buru menghindar agar nggak terlihat dan iseng nguping obrolan mereka."

Tanpa sadar Liam menggenggam ponselnya lebih erat. Detak jantungnya mulai meningkat.

"Kita nggak punya banyak waktu. Intinya, gue dengar mereka nyebut nama adik lo. Mereka merencanakan sesuatu yang buruk."

Liam langsung lompat turun dari tempat tidur. "Terus, Bang?"

"Mereka udah cabut, dan sepertinya gue tahu tujuan mereka."

"Share lokasi, Bang. Gue langsung cabut. Kita harus susul mereka."

"Oke. Buruan!"

Liam sama sekali tidak berniat mengganti piamanya. Dia langsung menyambar kunci mobilnya di atas nakas dan bergerak secepat mungkin.

Baru beberapa meter dari rumah, ponselnya berdering. Sebenarnya waktunya sangat tidak tepat untuk menjawab telepon, tapi karena itu dari Mama, wajib banget dijawab sekarang kalau tidak ingin ponsel itu terus-terusan berdering.

"Halo, Ma."

"Kamu mau ke mana malam-malam begini?" Suara Marni antara jengkel dan khawatir.

Liam berpikir cepat. "Itu, Ma, tugas kelompok Liam ternyata ada yang salah. Harus banget dibenerin malam ini juga karena besok pagi harus dikumpul."

"Mama pikir ada apa. Nggak biasanya kamu pergi tanpa pamit kayak gini."

"Maaf, Ma. Liam buru-buru banget."

"Ya udah, hati-hati. Setelah tugasnya selesai langsung pulang. Udah jam berapa ini."

"Siap, Ma."

Liam menghela napas panjang setelah sambungan terputus. Untung Mama tidak curiga. Dia berusaha mengembalikan fokusnya ke jalanan, lalu menginjak pedal gasnya lebih dalam.

Setibanya di warkop tempat Rain dan teman-temannya menunggu, mereka langsung cabut lagi. Tidak ada waktu untuk berbasa-basi. Biar praktis, mereka semua gabung di mobil Liam. Karena dia yang tahu tempatnya, Rain menggantikan Liam menyetir. Liam berusaha berpikir positif, meski detak jantungnya makin menggila sejak tadi.

"Ini rumah Marsya," ujar Rain sambil menepikan mobil di depan sebuah rumah sederhana bercat putih kusam.

Selama hubungannya dengan Rain baik-baik saja, anak-anak MIPELO cukup mengenal Marsya karena dia sering ikut gathering. Namun, Liam tidak pernah tahu cewek itu tinggal di sini. Sepengetahuan Liam, ayah Marsya dipenjara karena membunuh majikannya. Sejak saat itu ibunya terpaksa jadi TKW dan hampir tidak pernah pulang. Setiap bulan dia hanya mengirim uang untuk memenuhi kebutuhan Marsya. Mungkin dia merasa sebatas itu sudah cukup, dan lupa mencari tahu seperti apa anaknya menjalani kehidupannya sekarang.

"Bang, itu mobil Nolan." Tanpa sadar Liam menepuk pundak Rain agak keras. Tangan satunya menunjuk ke halaman rumah itu.

"Gawat!" Rain menegang melihat beberapa motor juga terparkir di sana. "Mereka udah di dalam. Ayo!" Rain langsung turun dan bergegas masuk ke rumah itu. Yang lain mengekor.

🍁🍁🍁

Assalamualaikum.

Mohon maaf sebelumnya, bab ini hanya berupa cuplikan. Kalau kamu penasaran dengan kelanjutan kisah Nolan dan misteri di balik kacamata hitamnya, silakan baca selengkapnya di:

* KBM App
* KaryaKarsa

Di semua platform nama akunku sama (Ansar Siri). Ketik aja di kolom pencarian. Kalau akunku udah ketemu, silakan pilih cerita yang ingin kamu baca.

Cara gampangnya, langsung aja klik link yang aku sematkan di halaman depan Wattpad-ku ini.

Aku tunggu di sana, ya.

Makasih.

Salam santun 😊🙏

Mr. BlackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang