• 13

66 7 1
                                    

selamat membaca -!

•••

Motor New KLX 150S berwarna hitam itu melaju dengan kecepatan tinggi, membelah ramainya kota Bogor.

Gadis yang berada di jok belakang hanya mampu meramalkan doa, berharap dirinya bisa selamat karena si pengemudi sedang mengendarai motor dengan kecepatan gila.

Mencengkram tas milik Bian dengan erat sebagai pegangan.

"BI!" panggil Clarissa.

Tak mendapat respon dari Bian, Clarissa memutuskan untuk menepuk pundak Bian.

"BI!" panggil Clarissa sekali lagi sambil menepuk pundak Bian.

Bian memelankan laju motornya menjadi 30KM/jam, menoleh ke arah Clarissa melalu kaca spion. "Kenapa?"

"Lo kenapa sih? Bawa motor kayak orang kesetanan," jawab Clarissa.

Gue kenapa?

"Gapapa tuh."

"Kalo gapapa, kenapa bawa motornya keknya emosi banget," ucap Clarissa.

Gue kenapa sih?! tanya Bian dalam hati.

Perasaan ini. Perasaan yang sama persis ketika melihat Anala sedang bersama lelaki lain. Dan kali ini ia melihat Mala sedang bersama lelaki lain.

"Bian?" panggil Clarissa sekali lagi.

Ga mungkin kan gue suka sama Mala?

Bian menghembuskan nafasnya pelan, tidak menjawab panggilan dari Clarissa dan memilih untuk memfokuskan pandangannya ke jalanan. Mengendarai motor dengan kecepatan normal.

Tak berselang lama motor milik Bian sudah sampai di parkiran gor, lelaki itu memarkirkan motornya kemudian melepas helm miliknya. Tidak langsung turun dari motor, karena sedari tadi pikirannya tidak fokus.

"Clarissa! Kemari!"

Clarissa melepas helm nya kemudian turun dari motor Bian. "Makasih ya, Bi tumpangannya." Dan gadis itu berlari ke arah Pak Indra yang sudah menunggu.

Brum.

Deruman motor saling bersahutan memasuki area parkir, dua dari keempat motor yang knalpotnya sudah di modif berhenti tepat disamping kanan dan kiri motor Bian.

Aldan membuka helm miliknya dan menepuk pundak Bian. "Ngebut amat, An."

Motor Jovan terparkir tepat di samping kiri motor Bian. Mala menoleh sebentar ke arah Bian yang masih diam di atas motor miliknya.

Gadis itu turun dibantu oleh Jovan, mencoba melepas helm tapi sialnya sangkutan helm tersebut keras dan Mala tampak kesulitan membukanya.

Bian memperhatikan Mala dari kaca spion, hendak membalikkan tubuhnya untuk membantu Mala membuka helm tetapi tangan Jovan jauh lebih cepat. Lelaki itu langsung meraih sangkutan helm dan berusaha membukanya.

Mata Mala menatap ke sembarang arah, asal tidak menatap mata Jovan yang sedang fokus membantunya membuka helm. Jarak wajah Mala dan Jovan cukup dekat, hingga membuat Bian mencoba menahan perasaan aneh yang tiba-tiba muncul pada dirinya.

EphemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang