• 45

43 2 0
                                    

selamat membaca -!

•••

Sudah seminggu, Mala dan Bian tak bertegur sapa. Di sekolah, mereka bak orang asing padahal belum ada kata putus yang terucap.

Berkali-kali, Mala memergoki Bian dan Anala sedang berduaan di lingkungan sekolah. Tapi Bian sama sekali tidak ada inisiatif untuk menjelaskan, atau memperjelas arah hubungan mereka ke depannya.

Mala muak. Mala muak diabaikan, dan tidak dianggap kehadirannya oleh Bian. Melihat Bian yang seenaknya terhadap dirinya, membuat Mala marah. Tapi gadis itu tidak punya pilihan lain selain menerima, karena Mala belum siap kehilangan Bian sepenuhnya.

Gadis itu masih berharap, mereka akan berbaikan. Akan kembali bersama tanpa ada pertengkaran, akan kembali menjadi sepasang kekasih seperti sebelumnya. Mengelilingi Kota Bogor dengan motor Bian, pergi ke Caffe kucing yang selalu mereka datangi, datang kerumah nya atau pun datang kerumah Bian.

Ia rindu. Ia rindu masa-masa hangatnya hubungan mereka.

Mala hanya diam mengamati sepasang muda mudi yang tengah tertawa lepas di ujung kantin sana.

Pandangannya tiba-tiba terganti dengan wajah Jovan. Lelaki itu menghalangi pemandangan pasangan muda mudi di ujung kantin.

"Ck! Ngapain dihalangin sih? So sweet tau," ucap Mala kemudian memasukkan sepotong bakso ke dalam mulutnya.

Jovan menoleh ke belakang. "Perlu gue hajar ga tuh orang?"

Mala terkekeh dibuatnya. "Kayak yang bisa berantem aja lo."

"Jangan salah, bos. Gue sabuk hitam nih," sahut Jovan.

"Udah gausah. Lo mau dimusuhin sama Kakak Kelas disini kalau sampai ngehajar Kak Bian?" tanya Mala.

"Terus gue harus diem aja ngeliat temen gue sakit hati gini?" Jovan balik bertanya, membuat Mala terdiam dibuatnya.

"Ini sakit yang gue pilih, Van. Gue juga ikut andil dalam menyakiti diri gue sendiri, jadi ga sepenuhnya salah Kak Bian," jawab Mala.

"Sekali lagi lo bela tuh cowo di hadapan gue. Gue bener-bener bakal ngehajar dia," sahut Jovan tak main-main dengan ucapannya.

Melihat Mala yang malah menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi, membuat Jovan naik pitam.

"Iya - iya. Engga lagi. Nasi uduk lo noh abisin," tegur Mala.

Jovan menggelengkan kepalanya. "Udah ga mood makan gue."

"Kayak cewek aja lo segala ga mood," sahut Mala.

Gadis itu menunduk saat ekor matanya melihat Bian dan Anala yang bangkit dari tempatnya lalu berjalan keluar kantin. Posisi duduk Mala dan Jovan yang berada di tengah, mengharuskan Bian dan Anala untuk melewati meja mereka.

"Pulangnya anterin gue ya? Sekalian gue mau ngasih sesuatu buat lo."

Suara itu seperti sengaja di keraskan saat mereka melewati meja yang ditempati oleh Jovan dan Mala.

Jovan mendengus."Cewe murahan bersanding sama cowo idiot!"

Anala menoleh karena merasa Jovan memaki dirinya. Perempuan itu menatap sinis ke arah Jovan yang dibalas acungan jari tengah oleh lelaki itu. Sontak mata Anala membelalak tapi tidak ia ladeni, lebih memilih untuk melanjutkan langkahnya sambil mengaitkan jemarinya pada jemari Bian.

EphemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang