• 15

80 8 3
                                    

selamat membaca -!

•••

Mata berwarna coklat gelap itu menatap sosok gadis yang sedang meluruskan kakinya di kursi depan supermarket. Mengeluarkan ponsel dari dalam sakunya, lalu memotret gadis itu.

Jarinya mengetik sesuatu dilayar ponsel, mengirim pesan kepada seseorang.

Bian tersenyum saat pesannya sudah terbaca, dua detik setelahnya penerima pesan itu celingak-celinguk untuk mencari keberadaan dirinya.

Senyumnya lagi - lagi terpancar, lelaki dengan setelan hoodie dan celana bahan itu berjalan ke arah Mala.

Langkah nya terhenti, senyumannya pun memudar seiring iris matanya melihat seorang lelaki menghampiri Mala dan langsung mengacak pelan rambut gadis itu.

"Nirmala."

Mala menoleh dan langsung menepis pelan tangan Jovan yang berada di atas kepalanya. "Berantakan dong rambut gue," gerutunya.

Bian masih setia berdiri di belakang kedua pasang remaja yang sedang bercanda.

Lagi dan lagi. Perasaan aneh itu mulai muncul didalam diri Bian. Rasa tidak suka, atau bisa dibilang rasa cemburu. Ia tidak bodoh untuk mengartikan perasaan ini, setelah semalam merenungkan isi hatinya kini ia sadar.

Bian mulai menyukai Mala.

"Albian."

Panggilan itu membuat Bian menoleh dan tidak lagi menfokuskan penglihatannya pada dua remaja itu.

"Udah selesai, Bun?" tanya Bian.

Indira mengangguk kemudian menyerahkan dua totebag yang ada di tangannya pada Bian. "Ayo pulang."

Bian menerima dua totebag itu. "Ayo, Bun."

Sebelum benar-benar meninggalkan mall , lelaki itu menyempatkan menoleh ke arah Mala. Gadis itu sedang tertawa dan tanpa sadar Bian pun ikut tersenyum.

Sedangkan gadis yang sedang tertawa lepas itu langsung menghentikan langkahnya kala matanya menangkap sosok yang ia kenal.

"Zea!" 

Gadis dengan rambut sepunggung itu menoleh kala mendengar ada yang memanggil namanya.

"MALA!"

Mala sedikit menyesal sudah memanggil Zea karena gadis itu langsung teriak dan membuat beberapa pasang mata menoleh ke arahnya.

"Berisik lo, udah tau lagi ditempat rame," ucap Mala kala Zea sudah berdiri di hadapannya.

Zea hanya tersenyum. "Gapapa lah. Tebak gue kesini sama siapa?"

"Sendiri," jawab Jovan.

"Anjing. Emang gue sengenes itu?" tanya Zea.

Mala tertawa kemudian menganggukkan kepalanya tanda setuju dengan ucapan Jovan.

Gadis yang menjadi bahan tawaan itu mendelik. "Gue kesini sama --"

"Je."

Ketiga remaja itu menoleh ke arah sumber suara. Dua pasang mata langsung melotot kala melihat siapa yang menghampiri mereka.

"YANG BENER-BENER AJA LO!" pekik Jovan.

"Apa sih? Biasa aja kali," ucap lelaki yang menjadi sumber pekikan Jovan.

EphemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang