• 33

71 4 0
                                    

selamat membaca -!

•••

Sudah 20 menit keheningan tercipta diantara kedua manusia yang sedari tadi hanyut dalam pikirannya masing-masing. Sepasang muda mudi itu terlihat sama-sama enggan untuk memulai percakapan lebih dulu.

"Mau sampai kapan diem-dieman kayak gini?" Suara Mala memecah keheningan diantara mereka. Mala sudah muak dengan keheningan ini.

Bian menoleh, tapi masih belum bersuara membuat Mala menghembuskan nafasnya kasar.

"Gajadi jelasin semuanya? Mau hubungan kita kayak gini terus?" tanya Mala.

"Aku bingung jelasinnya darimana," jawab Bian. Jujur, ia benar-benar bingung harus mulai bercerita darimana.

"Kenapa kamu menghilang?" tanya Mala.

"Untuk saat aku belum bisa ceritain masalah yang aku alami ke kamu, karena ini menyangkut privasi keluarga aku. Aku mau minta maaf, udah ngilang gitu aja tanpa kabar dan buat kamu khawatir. Tapi kemaren posisinya aku bener-bener bingung mau berbuat apa," jawab Bian.

"Aku ada disini, Kak. Aku bakal ada disini, aku gaakan kemana-mana. Aku bakal selalu ada disamping kamu bahkan disaat kamu lagi ada masalah, kamu bisa ngeluarin keluh kesah kamu ke aku. Kamu butuh pelukan, aku bisa peluk kamu. Itu gunanya aku sebagai pasangan kamu," ucap Mala.

"Aku gamau kamu ikutan pusing mikirin masalah aku," sahut Bian.

Mala menghembuskan nafasnya kasar, mengusap wajahnya sekali. "Emang kamu kira dengan ngeliat kamu uring-uringan kayak gini bikin aku seneng? Ga bikin aku pusing? Justru dengan kamu yang mendem semua masalah itu buat aku gagal jadi pasangan kamu."

"Maaf. Aku ga mikir sampai kesitu, aku cuman gamau kamu terlibat dalam masalah aku," balas Bian.

"Aku gaakan ngerasa direpotkan dengan semua masalah kamu, Kak. Buang jauh-jauh pikiran kamu kalau kamu cerita ke aku itu bikin aku pusing sama masalah kamu. Itu salah besar," ucap Mala.

"Maaf."

"Aku bukannya mau ikut campur sama urusan kamu. Kalau kamu emang gamau cerita masalah kamu, gapapa. Tapi jangan buat aku khawatir dengan hilangnya kamu. Kalau emang sekiranya kamu butuh space buat sendiri bisa aku ikutin. Asal jangan tiba-tiba hilang kayak kemarin, aku bener-bener khawatir," ujar Mala.

"Aku janji. Gaakan ngulangin kesalahan yang sama," ucap Bian dengan yakin. Lelaki itu bahkan memberanikan diri untuk menatap lekat manik mata Mala.

Mala tersenyum lebar dan mengacungkan jari kelingkingnya. "Janji?"

Bian tertawa melihat tingkah Mala yang seperti anak kecil. Tapi ia tetap mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Mala. "Janji."

"Jadi kita baikan nih?" tanya Mala diakhiri dengan kekehan.

"Aku sih emang dari awal gamau marah ya. Kamu tuh susah dibujuknya," jawab Bian.

"Gapapa, biar ada usahanya," sahut Mala santai.

"Kerumah aku yuk? Raden berisik banget nanyain kamu terus," lanjut Mala.

"Loh? Tumbenan? Biasanya kamu ga pengen aku ketemu Raden," sahut Bian lalu menyesap minumannya.

"Rewel dia. Neror aku terus," balas Mala yang berhasil membuat Bian tertawa. Ia tau persis, 'teror' yang dialami oleh Mala. Raden pasti akan membuntuti gadis itu ketika berada dirumah, dan menggedor-gedor pintu kamar Mala jika Mala mengunci kamarnya.

"Minumannya masih ada sedikit. Habisin dulu."

•••

"ABANGGGGGG!!"

EphemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang