• 34

79 6 0
                                    

selamat membaca -!

•••

Tin! Tin!

Suara klakson motor dari luar membuat seorang gadis yang tengah duduk di teras rumahnya itu tersenyum lebar. Ia masuk ke dalam rumah, untuk berpamitan.

"Mah! Yah! Aku pergi ke sekolah dulu ya!" ucap Mala lalu mencium tangan Diana dan Aldi bergantian.

"Berangkat bareng siapa?" tanya Diana lalu menyeruput teh hangatnya.

"Bareng Kak Bian, aku langsung berangkat ya? Takut telat. Assalamualaikum!"

"Hati-hati! Bilangin ke Bian jangan ngebut-ngebut! Waalaikumsalam!" sahut Aldi.

Mala mengacungkan jari jempolnya dan berlari kecil menuju gerbang. Dapat ia lihat, Bian yang sedang berdiri disamping motornya tanpa menggunakan helm. Mala tersenyum lebar lalu memeluk tubuh tegap Bian.

"Kangen," guman Mala.

Bian terkekeh lalu mengusap puncak kepala Mala. "Kangen aja atau kangen banget?"

"Banget banget banget banget banget banget banget!" balas Mala.

Setelah satu menit lamanya ia memeluk Bian, akhirnya Mala melepaskan pelukan itu. Ia menatap kesal ke arah Bian yang sedang tersenyum. "Kamu ga kangen sama aku ya?!"

"Loh? Kata siapa?" tanya Bian bingung.

"Buktinya pelukan aku ga kamu bales," jawab Mala.

"Ya ampun. Kan kepala kamu udah aku elus," sahut Bian.

"Ga! Itu tandanya kamu ga kangen sama aku," ucap Mala.

Bian hanya mampu menggelengkan kepalanya lalu kembali menarik tubuh Mala untuk dipeluk. Kali ini memeluk tubuh Mala begitu erat hingga sang empu kesulitan bernafas.

"Kak! Kamu mau bikin aku mati?!" tanya Mala setelah pelukan mereka terurai yang dibalas kekehan oleh Bian.

Lelaki itu menyentil pelan dahi Mala. "Kan itu tandanya aku kangen."

"Alah. Itu mah namanya mau bunuh aku," sahut Mala.

"Udah ayo, nanti telat," ucap Bian lalu naik ke motornya dan memakai helm di ikuti oleh Mala.

Perjalanan menuju ke sekolah hari ini tampak hening, tidak ada celotehan dari Mala karena ia sibuk mengamati pohon-pohon besar yang berdiri kukuh di pinggiran jalan.

"Mal."

Hening. Tak ada jawaban dari belakang sehingga Bian membenarkan letak kaca spion kirinya hingga mengarah ke jok belakang. Netranya menangkap sosok Mala yang tengah tersenyum dengan pandangan mata terus menatap ke arah pepohonan.

Semalam hujan mengguyur Kota Bogor, hingga cuaca di pagi hari terasa sejuk. Pepohonan tampak indah dengan tetesan sisa air hujan yang sesekali jatuh ke tanah.

"Nirmala."

"Eh? Kenapa, Kak?" tanya Mala. Matanya bertubrukan dengan mata Bian melalui kaca spion.

EphemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang