• 49

78 7 0
                                    

selamat membaca -!

•••

"Bercandaan lo ga lucu, Mal!"

Mala melirik sekilas ke arah samping. "Gue juga pengennya ini lagi bercanda."

"Terus, kapan lo pindah?" tanya Arumi. Gadis itu menunduk, sangat tidak rela jika harus berpisah dengan temannya sedari SMP itu.

"Gue gatau. Tapi Mamah lagi urus surat kepindahan, kayaknya Minggu depan gue udah ga disini," jawab Mala.

"Lo kenapa ga tinggal disini aja?" tanya Cia.

Mala menggelengkan kepalanya. "Ga dikasih izin. Katanya bakal repotin banyak orang kalau gue maksa tinggal disini."

"Sumpah, lo bisa tinggal dirumah gue, gue bisa nampung kok," sahut Zea.

Kekehan keluar dari mulut Mala. "Makasih banget mau nampung gue, tapi ga perlu. Kita masih bisa ketemu kok. Gue cuman pindah kota, bukan pindah alam."

Arumi mendengus. "Tapi kita gaakan bisa sesering itu ketemunya."

"Lo sayang banget kayaknya sama gue, Mi?" canda Mala.

"Pertanyaan lo bodoh. Siapa yang ga sayang sama temen pertama gue di SMP, dari zaman-zamannya buluk sampe kita udah lumayan glow up. Dari zaman kita masi boncel, ya walau lo tetep boncel sih," sahut Arumi.

"Ah! Rese lo!" seru Mala.

"Mal, lo harus sering-sering kabarin kita! Gue tabok ya kalo lo jadi jarang nongol di grup setelah pindah," ucap Cia. Mala adalah orang yang paling sering muncul di grup chat.

Zea merangkul bahu Mala. "Awas aja lo! Lupain kita gegara disana udah punya temen baru."

"Gue bakal marah banget sih kalau Mala lakuin hal itu," lanjut Arumi.

"Gue perginya masih lama! Kenapa sedihnya udah dari sekarang sih?" tanya Mala.

"Tadinya gue mau kasih tau nya sehari sebelum gue pindah," sambung Mala.

Cia menjitak kepala Mala cukup keras. "Gue bakar rumah lo!"

"Cici, ancaman lo serem banget," ucap Mala.

Jovan sedari tadi memperhatikan dari bangku belakang, lelaki itu masih tidak percaya bahwa Mala akan pindah kota. Ya, sebenarnya Bogor-Bandung tidak sejauh itu, tapi tetap saja kepindahan Mala akan membuatnya tidak bisa melihat gadis yang di sukai nya setiap hari.

"Ungkapin aja perasaan lo, daripada nyesel."

Jovan menoleh ke samping, alisnya terangkat satu mendengar ucapan Aldan. "Maksud nya?"

Aldan terkekeh. "Lo kira, gue gatau gimana perasaan lo ke Mala? Cuman orang bodoh yang ga sadar gimana perasaan lo ke dia. Perasaan lebih dari seorang teman, right?"

Jovan mendengus. Apa selama ini sikapnya terlalu ketara? Ah sepertinya tidak, ia bersikap biasa saja seperti layaknya seorang teman.

"Sotau lo!" sahut Jovan diakhiri dengan dehaman pelan.

"Masih mau ngelak? Cara lo memperlakukan dia itu 'beda', lo terlalu peduli ke dia dibanding sama temen-gemem cewe lo, lo terlalu khawatir sama dia," ucap Aldan.

EphemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang