• 48

49 7 3
                                    

selamat membaca -!

•••

Mala hanya berharap, waktu cepat berlalu dan Bian cepat lulus dari sekolah ini. Ia hampir gila jika harus terus-terusan melihat kemesraan mereka di sekolah.

"Ck, gapunya akhlak bucin sama selingkuhan," ucap Zea. Gadis itu memandang sinis ke arah meja yang di isi oleh pasangan itu.

"Kan, udah gue bilang mending makan di kelas aja," sahut Mala. Ia jadi tidak nafsu makan setelah melihat pemandangan di hadapannya.

"Tapi, kalau lo terus-terusan sembunyi, lo bakal keliatan banget kalahnya, Mal. Dan bikin itu cewe kesenangan karena berhasil buat lo sakit hati sampai-sampai harus sembunyi," ucap Cia.

Mala menoleh. "Tapi liat mereka kayak gitu, bikin hati gue makin sakit, Cici. Gue ga bisa.

Gue lebih baik keliatan kalah, daripada harus nyakitin hati gue kayak gini," sambung Mala.

"Bertahan. Setidaknya hari ini, lo udah seminggu lebih ga ke kantin, emangnya ga bosen di kelas terus?" tanya Arumi.

"Engga. Gue bener-bener muak harus ngeliat mereka," jawab Mala.

Gadis itu memandang kembali ke arah pasangan di sana, lalu tersenyum kecil kala matanya bertatapan dengan Bian.

Mata berwarna coklat gelap itu. Mala rindu. Mala benar-benar rindu ditatap dengan tatapan penuh cinta oleh mata itu. Mata yang berhasil membuat jatuh cinta kepada pemiliknya.

Bian langsung mengalihkan pandangannya, membuat Mala menunduk. Hatinya sakit. Mata itu tak lagi menatapnya dengan tatapan penuh cinta. Mata itu kini hanya bisa menatap nya dengan tatapan datar.

"Sialan," maki Mala.

Gadis itu bangkit, benar-benar tidak sanggup jika harus berlama-lama di kantin. Mala berjalan cepat menuju kamar mandi, Jovan yang sedari tadi hanya memperhatikan langsung berlari menyusul Mala.

Langkahnya yang besar berhenti tepat di depan kamar mandi siswi. Ia mengeram kesal.

"Kenapa harus kamar mandi sih?! Gue jadi gabisa mastiin dia baik-baik aja," guman Jovan. Lelaki itu berdiri tepat di samping pintu toilet siswi, mengabaikan beberapa pasang mata yang menatapnya aneh.

5 menit setelahnya, Mala keluar dengan wajah yang lebih segar.

"Nangis lagi lo?"

Mala mengelus dadanya, lalu mendelik. "Kalian kenapa sih suka banget nungguin gue dari kamar mandi?! Ga lo, ga Jeje, Cia, Arumi."

"Buat mastiin lo ga melakukan hal gila karena patah hati," sahut Jovan.

Bola mata Mala memutar sempurna. Gadis itu berjalan menuju kelas, dan diikuti oleh Jovan. "Gue bener-bener berharap waktu cepet berlalu, dan Kak Bian cepet lulus dari sini. Gue ga akan bisa move on kalau dia masih ada di sekitar gue."

"Ga ada yang nyuruh lo move on secepat itu, karena semuanya butuh proses. Tapi lo harus membiasakan diri dengan kehadiran Bian yang sekarang bukan buat lo lagi," sahut Jovan.

Mala tersenyum kecut. "Kadang gue masih berharap bisa balikan sama Kak Bian. Gue bener-bener jatuh hati sama dia."

Jovan merasakan sesak di dadanya, kala kalimat itu keluar dari mulut Mala. Ia mengepalkan tangannya, lalu membuang pandangannya ke segala arah.

EphemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang