• 40

51 6 0
                                    

selamat membaca -!

•••

"Mungkin bener, Mal. Selama ini bukan lo orang yang dia mau."

Kalimat itu terus terngiang-ngiang di otak Mala. Berputar bagaikan kaset rusak yang terus berulang-ulang. Gadis itu menghembuskan nafasnya kasar, lalu menatap pantulan dirinya di cermin yang sedang memegang kalung pemberian Bian.

Kalau bukan gue orang yang Kak Bian mau, dia gaakan se effort ini buat ngasih kalung ke gue.

Batinnya terus meyakinkan, bahwa selama ini ia lah orang yang Bian mau. Ia terus menekan ucapan-ucapan yang terngiang di kepalanya dengan terus meyakinkan hatinya.

"Nirmala!"

Lamunannya buyar seiring dengan suara yang masuk kedalam gendang telinganya. Gadis itu membalikkan tubuhnya 180° ke belakang untuk mencari tau siapa yang memanggil namanya.

"Ada apa, Kak?" tanya Mala.

"Lo tadi ke kelas?" tanya Nolan.

Mala mengangguk. "Gue baru tau ternyata lo udah pindah kelas."

"Iya, Bian ga ngasih tau lo?" tanya Nolan.

"Lo tau sendiri gimana komunikasi gue sama Kak Bian," jawab Mala.

"Bian ada ngasih lo kabar kenapa dia ga masuk lagi?" tanya Nolan.

"Ngga, baru aja gue mau ngasih tau lo. Tadi gue ke kelasnya, eh kata temen sekelasnya dia ada acara keluarga. Itu pun dapet infonya dari temen sebangku, bukan dari Kak Biannya langsung," jawab Mala.

Nolan menghembuskan nafasnya kasar. "Tuh bocah kenapa sih? Chat gue juga ga dibales."

Mala tersenyum singkat. "Mungkin lagi sibuk."

"Sibuk apaan sih, Mal? Sampe gabisa ngasih kabar gini, bukan cuman ke lo. Tapi ke gue juga. Dia udah kelas 12, sebentar lagi juga lulus. Kalau absen dia banyak yang bolong gini, gue takut dia di persulit lulusnya," jelas Nolan. Lelaki itu mengacak rambutnya frustasi. Benar-benar tak habis pikir dengan pola pikiran Bian.

"Mau cari kerumahnya?" tawar Nolan.

Mala menggelengkan kepalanya pelan. "Gue gamau kesannya ngemis-ngemis kabar banget ke dia. Gue udah muak sama dia yang selalu ngilang gajelas tanpa kabar kayak gini. Kalau lo mau kesana, kesana aja Kak. Tapi gue gabisa ikut. Maaf ya."

Nolan tersenyum. "Gapapa. Maafin kelakuan temen gue ya?"

"Engga kok, lo ga perlu minta maaf untuk kesalahan yang ga lo perbuat. Gue duluan ya, Kak? Hati-hati."

Gadis itu perlahan menghilang dari pandangan Nolan, meninggalkan Nolan yang sedang mengepalkan kedua tengannya.

"Gue gatau kalau lo sebodoh itu nyakitin perempuan baik, An."

•••

Seorang lelaki terduduk lesu di atas kursi yang berada di ruang tamu, dipandanginya sebuah foto keluarga yang terpajang di atas nakas. Ia menghembuskan nafasnya kasar. "Ayah ga pernah ngasih nafkah ke kita, tapi Ayah ninggalin hutang sebanyak itu."

EphemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang