e p i l o g

74 8 7
                                    

selamat membaca -!

•••

Sial, Mala gagal menepati janjinya untuk tidak menangis lagi. Karena nyatanya, ia kembali menangis ketika harus berpamitan dengan teman-temannya.

Zea mengusap hidungnya yang memerah. "Hiks. Malaaaaa."

"Nanti yang nemenin gue ke kamar mandi siapa kalau bukan lo?" tanya nya lalu memeluk Mala.

Mala terkekeh lalu mengusap punggung Zea. "Kan bisa minta temenin Cia sama Arumi."

"Mereka ga sesabar lo, gue kadang ditinggal," sahut Zea yang lagi-lagi membuat Mala terkekeh.

Arumi hanya memandang hampa ke arah Mala, jika ditanya siapa yang paling merasa kehilangan, maka jawabannya adalah Arumi. Karena mereka sudah mengenal hampir 6 tahun. Setiap harinya, Arumi selalu ditemani oleh Mala. Dari jaman rok biru, sampai rok abu. Tidak ada yang bisa menggantikan posisi Mala di dalam hatinya.

Arumi tidak tahu harus bereaksi seperti apa, saat perpisahan dengan sahabatnya kini sudah di depan mata.

"Mi," panggil Mala.

Arumi menoleh lalu tersenyum kecut. Gadis menyebalkan di hadapannya itu akan pindah. "Kalau tau lo mau pindah, kemaren-kemaren kalau lo minta traktir nasi uduk, gue turutin."

Mala tertawa kencang lalu beralih memeluk Arumi. Ah, ia jadi tidak bisa bertemu tiap hari dengan gadis pelit di hadapannya ini. "Nanti kalau gue balik kesini, lo harus traktir gue."

"Lo mau apapun gue beliin," sahut Arumi.

"Kalau mau dia balik lagi, bisa ga?" bisik Mala.

"Big no untuk permintaan lo yang itu," jawab Arumi.

Arumi melepaskan pelukan mereka. "Jaga kesehatan disana. Semoga dapet temen yang baik juga kayak kita."

"Dinistakan yang ada gue sama kalian tuh," sahut Mala.

Cia tersenyum lalu memeluk Mala. "Padahal cuman lo, Mal. Yang ngerti per make up an, mereka berdua mah mana paham. Gembel."

"Lagi sedih juga, mulut lo tetep pedes ya, Ci," sahut Zea.

"Pokoknya lo gaboleh lupain kita. Lo harus sering main kesini. Rumah kita semua terbuka lebar buat lo," ucap Cia sebelum akhirnya melepaskan pelukan itu.

Aldan mengulurkan tangannya untuk berjabatan tangan. "Sehat-sehat sist! Sukses terus pokoknya!"

Mala menerima jabatan tangan itu, lalu tersenyum lebar. "Makasih banyak, Al! Si cowo paling ngeselin di kelas."

"Eits! Ngeselin-ngeselin gini juga ada yang kepincut," sindir Aldan. Arumi hanya tertawa kecil. Aldan memang sudah mengetahui bahwa Arumi menyukainya, dan itu tidak merubah hubungan mereka menjadi canggung. Malah Aldan semakin gencar menggoda Arumi.

"Yah, Mal. Gaada yang traktir gue naspad lagi tar pas tanding," ucap Ezra.

"Arumi banyak duitnya noh, minta ke dia," sahut Mala.

"Ogah! Di gampar yang ada gue," balas Ezra dan langsung mendapat tatapan tajam dari Arumi.

"Tuh kan, baru ngomong aja udah di pelototi, berarti bener kalau gue minta traktir tar digampar," ucap Ezra.

EphemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang